Tawanya membuat suasana kian mencekam. Ia merangkak di atas langit-langit tepat di atas tubuhku. Aku tercengang. Boneka tersayangku, kini layaknya iblis menyeramkan yang siap menerkamku kapanpun.Â
Boneka itu menjatuhkan badan, ia menempel pada mukaku. Menguliti kulit kepalaku. Menikmati setiap darah yang keluar dari tubuhku.
Hingga sebuah cahaya menyilaukan membangunkanku.Â
Ya, itu hanya mimpi. Aku masih berada di rumah sakit jiwa. Ku garuk luka lama yang ada di kepalaku. Setiap akan sembuh, luka itu terkelupas hingga mengeluarkan darah segar.Â
Kenapa semua orang menganggapku tak waras? Kini aku di temani boneka tersayangku Rean, yang selalu mengajakku bicara. Hanya dia yang mengerti diriku. Hanya dia yang percaya cerita silam tentang aku dan dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H