Aku tak pernah mempunyai ringtone ataupun mp3 dengan nada lingsir wengi sebelumnya. Jantung berhenti sepersekian detik saat jariku mengusap layar untuk menghentikan suara sinden wanita yang kemudian berubah menjadi suara nenek tua bersuara berat.
"Siro bakal dadi seksi kang bekti."⁴
Tawa menggelegar seperti nenek lampir membuatku ngeri, layar ponsel yang tadinya normal tetiba memerah, sempat ku melirik jam pada ponsel yang bertulisan 00.00, tepat tanggal 12 bulan ke 12.
Cahaya silau dari ponsel membuatku memejamkan mata secara paksa. Hingga saat aku tak lagi merasa silau, mata mengerjap perlahan, tanpa sadar tubuh telah berada di atas ranjang kamar tidur. Entah mimpi atau bukan, efek dari hal buruk yang baru saja terjadi membuat tubuh bergetar.
Setelah melirik pada jam dinding yang menunjukkan pukul 12.00 aku bergegas aktifitas seperti biasa, bangun dengan meregangkan tubuh yang terasa ngilu pada beberapa bagian.
"yah, mau ada kejadian buruk seperti apapun, hari ini aku harus tetap melakukan kegiatan dengan baik meskipun terlambat," gumamku saat becermin pada kaca kamar mandi.
Anehnya teman-teman yang biasa membangunkan ku saat pagi tak datang, kali itu aku hanya berpikir positif.
Mungkin saja mereka bergegas membantu para warga dengan kegiatan umum. Aku mengingat jelas bahwa mereka hendak mengajar para warga untuk mengoperasikan komputer. Sepertinya aku harus bergegas menyusul, siapa Tau mereka kewalahan.-pikirku.
Aku masuk ke kamar mandi lalu meraih sikat gigi warna biru pada mug kecil beserta pasta gigi yang selalu ku gunakan. Saat kali kedua melihat bayangan tubuhku pada cermin, aku melihat tanda tak biasa pada pundak yang tadinya bersih. Tanda lebam kebiruan berbentuk tangan cukup membuat diriku mematung beberapa detik.
Jemari mulai meraih lebam tak wajar dengan perlahan, entah mengapa jari tangan ini seperti merasakan genggaman tangan seseorang yang masih mencengkeram pundak dengan kuat. Reflek dari tubuh mencoba berbalik melihat kebelakang, akan tetapi mataku tak dapat melihat sosok yang memegang pundakku. Dengan cemas aku mempercepat kegiatan mandi pagi itu, lalu bersiap untuk pergi ke ruang yang digunakan untuk mengajar komputer.
Sesampainya di ruang tersebut, kejanggalan demi kejanggalan membuatku ingin segera pulang dan mengunci diriku di dalam kamar. Teman yang biasanya ceria terlihat murung, mereka tak berbicara satu sama lain. Setiap kali aku hendak menyapa, mereka melewatiku seakan tak melihatku yang berada di hadapan mereka.