Dibalik cerita-cerita dongeng, Ayah selalu menasihati Dam dengan kebijaksanaannya. Ayah selalu mengajarkan hal-hal yang baik dengan tujuan bisa membentuk karakter yang bermutu untuk anaknya kelak.
"Ah, yang menghina belum tentu lebih mulia dibandingkan yang dihina. Bukankah Ayah sudah berkali-kali bilang, bahkan kebanyakan orang justru menghina diri mereka sendiri dengan menghina orang lain." (hlm. 38)
Istri Dam, Taani, begitu sabar menghadapi Dam yang bersikeras untuk menjauhkan Ayah dengan Zas dan Qon. Dam tidak ingin anak-anaknya dibohongi dengan cerita-cerita palsu Ayah seperti ia diwaktu kecil dulu.
"Ayah tersengal, tubuh tuanya bergetar. Taani mencengkeram lenganku, menyuruh berhenti bicara. Tidak, aku tidak akan berhenti sebelum Ayah paham, sebelum Ayah berjanji benar-benar memutus apa saja cerita dari mulutnya." (hlm. 279)
Tidak hanya Dam kecil yang menginginkan cerita Ayah yang menakjubkan. Zas dan Qon, kedua anak Dam, sangat berantusias mendengarkan cerita Ayah hingga mereka berusaha mencari tahu di mana saja untuk membuktikan bahwa cerita Ayah itu bukan mengada-ada.
"Aku keliru. Ketika Zas tidak bisa menemukan entri kata apel emas, Lembah Bukhara, suku Penguasa Angin, atau si Raja Tidur di mesin pencari internet, ia mengajak adiknya ke perpustakan kota. Dua gedung besar, masing-masing delapan lantai, ada puluhan ribu buku. Di tempat itulah Zas berharap menemukan bukti bahwa cerita-cerita kakeknya sungguhan. Rasa penasaran itu tidak beda dengan yang aku alami dulu, dan mereka lebih nekat. Bolos dari sekolah. Berjam-jam berkutat memeriksa daftar buku, mencari di rak-rak, membaca bab-bab yang ada, berharap akan menemukan penjelasan." (hlm.224)
Jarjit adalah teman sekelas Dam diwaktu kecil. Jarjit selalu jahil dan memusuhi Dam karena pada saat Jarjit dan teman sekelasnya menyerang musuh Jarjit, Dam tidak ikut membantu. Dam tahu mana perilaku yang baik dan buruk. Tentu saja Dam tidak ingin mengikuti hawa kemarahan Jarjit.
"Kupikir tali pinggangnya akan putus di menit kesepuluh." Jarjit masih asyik.
Aku mengangkat kepalaku, belum mengerti.
Jarjit santai menunjukkan gerakan menggunting udara dengan telunjuk dan jari tengah. Kepalaku berpikir cepat. Tentu saja, tidak mungkin tali celanaku putus begitu mudah tanpa sebab. Aku melempar kantong plastik baju renang, dan tanpa ba-bi-bu, lompat memiting. Jarjit tidak tinggal diam, dia balas mendorong tubuhku. Anak-anak lain yang berada di ruangan ganti berusaha Isi-Ayahku melerai. Kursi panjang terpelanting. Kantong plastik terserak. Aku tersengal menahan marah. Jadi ini semua rencananya. Kalau saja celana itu putus di menit kesepuluh, akan sulit sekali menyelesaikan tes daya tahan itu. Jarjit-lah yang diam-diam menggunting separuh tali celana renangku." (hlm. 46-47)
Ajakan yang salah bisa kapan saja terjadi. Ketika telah mengetahui bahwa hal tersebut tidak benar, tentu yang harus dilakukan adalah menolak ajakan tersebut. Jika menerimanya, sesuatu yang buruk pasti terjadi. Sama halnya dengan Retro, ia mau mengikuti semua ajakan Dam yang nekat tersebut. Alhasil Retro juga ikut dihukum bersama Dam.
"Aku dan Retro digiring meninggalkan kamar di bawah tatapan teman-teman. "Kalian bergegas kembali ke kamar masing-masing, atau semuanya dihukum." Guru pengawas berseru kencang, membuat pesta bubar dalam hitungan detik.
"Dam, kau selalu membawa masalah untukku," Retro berbisik, bersungut-sungut sepanjang jalan, melintasi lorong, naik-turun anak tangga.
"Aku melakukannya demi kau, Kawan."
"Aku tidak meminta kau merayakan ulang tahunku!" Retro melotot. "Kepala sekolah pasti menghukum kita lebih berat dibanding menonton sepak bola sialan tahun lalu." (hlm. 126)
Novel ini menggunakan tokoh aku, Dam, sebagai pelaku utama. Novel ini menceritakan kehidupan Dam mulai dari ia kecil hingga dewasa.