Sebelumnya, menarik pula disimak profil Al Baradei, dia adalah tokoh Liberal yang juga penentang Mubarak serta digadang-gadang oleh Barat sebagai pengganti Mubarak. Keputusan penunjukkan Al Baradei tentu menuai protes dari blok Salafi, karena tidak menginginkan tokoh Liberal memimpin Mesir. Bila keberatan kelompok Salafi terhadap Baradei tidak dapat dikompensasikan, maka kekuatan pro dan kontra paska Mursi akan semakin menguat dan mengerucut sesuai blok pada kompetisi pemilu.
Beberapa alasan dari Dewan Militer dalam menjatuhkan Mursi adalah tingkat ekonomi yang tidak ada perbaikan, menilai Mursi terlalu ekslusif dan sektarian dengan banyak mengambil keuntungan hanya untuk IM ketimbang seluruh rakyat Mesir, Mursi pernah menetapkan dekrit bahwa dirinya sebagai kebal hukum meski sudah dicabut kembali, mendirikan aturan syariah Islam, serta membahayakan rakyat dan negara Mesir dengan perpecahan ideologi, dan juga tidak ketinggalan seruan perangnya ke Syuriah.
Kita lihat respon dari para pemimpin negara-negara atas kejatuhan Mursi, antara lain negara-negara Arab di Teluk menyambut baik penggulingan Mursi dikarenakan di negara-negara Arab telah tumbuh keberanian kubu Islam di dalam negeri masing-masing negara untuk memberontak ke pemerintah yang sah, hanya Qatar yang menolak penjatuhan Mursi, Arab Saudi menyampaikan ucapan selamat atas penggulingan Mursi, Hamas berharap dukungan Mesir tidak berkurang.
Amerika sebagai sekutu Mesir dan selama ini dikenal dengan pernyataan bahwa "Mesir adalah sekutu Amerika yang dapat menjadi pemimpin suara di wilayah negara seputar Mesir", menyatakan keprihatinannya (sebuah sikap gamang). Amerika patut juga khawatir apabila pemerintahan yang baru ini membatalkan perjanjian pinjaman dana Amerika untuk membiayai persenjataan Mesir senilai Rp. 12,9 triliun yang baru diperbarui oleh Mursi pada Mei lalu.
Di internal Mesir, banyak rakyat yang berdemo menyatakan sebagai revolusi baru, dan sebagaimana di era Mubarak, Militer dianggap sebagai saudara dekat rakyat. Revolusi kali ini mengacu kepada ideologi negara yang mana di era Mursi tumbuh meruncing semakin tajam, IM memaksa penerapan ajaran Islam secara ketat dan menjadikannya sebagai dasar negara, mengkonsolidasikan negara muslim dalam satu komando (khilafah), serta melawan imperialisme Barat. Sementara rakyat Mesir tidak menginginkan itu, kelompok selain IM seperti kelompok sosialis, liberal, nasionalis, dan non muslim menghendaki penekanan kepada sekularisme atau pemisahan urusan agama dengan negara, perlindungan terhadap minoritas dan penegakkan hukum.
Kesimpulan dari penulis adalah bahwa saat ini Mesir berada di persimpangan penunaian janji pemimpin Mesir kepada Barat sebagai balas janji penjatuhan Mubarak dan tentunya tetap menjaga hubungan baik serta damai dengan Israel. Rupanya Mursi, meski sudah menunaikan janji bantuan (hutang) ke Amerika namun tetap memiliki niatan untuk memusuhi Israel dengan pembukaan perbatasan ke Gaza serta bantuan ke Hamas. Perlu diingat pula bahwa penggantian Mursi dengan orang-orang yang dekat dengan Mursi, seperti Adly dan Al Sisi, jelas sebagai upaya memastikan agenda Mesir (baik hubungan internal maupun eksternal) paska Mubarak dapat berjalan baik. Menurut penulis, paska pemilu berikutnya, bila Mesir tidak berada di bawah kepemimpinan IM, maka bisa jadi Mesir akan tumbuh dengan pemerintahan yang stabil meski dengan dukungan Barat tentunya dengan imbal balik yang setimpal dengan dukungan tersebut. Di sisi lain, perlu memperhatikan pula bagaimana presiden terpilih menjalin hubungan baik dengan blok-blok peserta pemilu, mengingat blok Salafi sebagai salah satu pemilik kekuatan di Mesir menolak penunjukkan Baradei sebagai Perdana Menteri.
Sepertinya masih jauh mengambil kesimpulan yang tepat terhadap Mesir ini, biarkan waktu yang berbicara, apalagi semenjak paska penurunan Mursi dan Mursi tidak setuju untuk turun. Ketidaksetujuan Mursi ini jelas akan memicu kericuhan dan pergolakan tersendiri di Mesir sehingga berpotensi membawa Mesir pada kondisi perang saudara seperti Syuriah. Ini sangat berpotensi, mengingat Dunia Arab, termasuk Mesir, sebagaimana ditulis oleh Halim Barakat, secara sosial kemasyarakat telah termozaik. Semoga Mesir segera menjadi negeri yang pulih kepada ketentraman dan kestabilan.
Dalam kondisi seperti ini, saya benar-benar teringat pernyataan Gus Dur manakala memutuskan lengser dari presiden, padahal pasukan berani mati dan kalangan nahdliyin siap mem-back-up melawan para pelaku bughot (pemberontak). Gus Dur dengan tenang dan menenangkan para pendukungnya untuk kembali ke daerah masing-masing dengan komentar yang kesohor itu, "tak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan dengan pertumpahan darah". Sebagai warga negara Indonesia, sudah selayaknya kita bersyukur memiliki pemimpin seperti Gus Dur, oleh karenanya mari kita sampaikan Al fatihah kepada beliau.
Bersyukur pula kita perlu lakukan mengingat di Indonesia ini memiliki organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang besar namun tidak menghegemoni untuk bernafsu berkuasa, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, seolah menjadi benteng kebersatuan negara kita. Tentunya semangat para pendiri negara dan juga tokoh-tokoh ormas tersebut layak kita teladani dan teruskan demi pencapaian negara #IndonesiaMercusuarDunia.
Ditulis oleh Cak Usma dengan mengambil dari beberapa sumber media.