Mohon tunggu...
Cak Usma
Cak Usma Mohon Tunggu... -

HoM MelOn. Ketua Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja http://www.aswajanu.com . Ketua Umum Keluarga Wikusama. Rasulullah aku padamu. Gusdurian.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Apa Sebenarnya dengan Mesir? (Sebuah Telaah Singkat & Runtut sejak Pra-kejatuhan Mubarak)

7 Juli 2013   19:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:52 8373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada Apa Sebenarnya dengan Mesir?


(Sebuah telaah singkat & runtut sejak pra kejatuhan Mubarak)


Mesir, sebuah negeri dengan peradaban yang sangat kuno dan terkenal itu baru pertama kali menyelenggarakan pemilu secara demokratis, namun tak mampu mempertahankan presiden terpilih dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun. Mursi, Presiden terpilih dari Ikhwanul Muslimin mengalahkan pesaingnya, Ahmad Shafiq dari kelompok Liberal Sekuler dengan selisih suara kurang dari 4%. Mursi resmi menggantikan Mubarak, mewakili Ikhwanul Muslimin di Mesir yang telah mengalami duka dan perjuangan panjang selama 30 tahun.


Sejenak kita lambungkan ke belakang sejarah Mesir, Ikhwanul Muslimin (IM) didirikan oleh Hassan al-Banna di kota Ismailiyah pada tahun 1928 dengan menggotong sistem khilafah serta menentang keberadaan Israel. Presiden Mesir waktu itu, Anwar Sadat adalah salah satu tokoh yang paling dibenci IM karena menyelenggarakan perjanjian damai dengan Israel, perjanjian Camp David, pada tahun 1979 yang ditengahi oleh Amerika Serikat. Hingga seorang Letnan anggota IM berhasil menembak mati Anwar Sadat sewaktu parade militer di tahun 80an, lantas seolah dibungkam, sang Letnan dihukum mati tak lama setelah itu. Sepeninggal Anwar, Husni Mubarak dilantik menjadi presiden, yang di masanya ini melakukan pemberangusan organisasi IM dengan menangkap dan menahan (dikabarkan juga membunuh) tokoh-tokoh IM untuk selanjutnya melarang organisasi IM di Mesir. Secara umum proses naik turunnya penguasa Mesir di tahun-tahun ini dapat dibaca di buku Korporatokrasi-nya John Perkins, lurus sejajar dengan negara-negara yang memiliki rentang waktu pergantian penguasa di waktu yang hampir sama.


Rupanya dalam rentang 30 tahun berkuasa, Mubarak seolah mabuk kepayang, tidak mau turun dari presiden dengan menetapkan kebijakan-kebijakan diktator. Media Barat jelas menyamakan era Mubarak di Mesir adalah mirip era pak Harto di Indonesia. Mubarak digambarkan sebagai presiden tua yang dungu karena tidak mau mendengar seruan dan masukan rakyat, lantas dengannya memutuskan segala sesuatunya secara diktator serta mengangkangi legislatif dan lembaga hukum. Arab Spring mengakhiri era Mubarak dengan dukungan tokoh-tokoh Barat dan juga eksekutif google, Wael Ghonim, untuk menggerakkan rakyat menuntut penurunan Mubarak. Mubarak pun legowo untuk turun dari presiden dan menyerahkan kepemimpinannya kepada militer sampai pemilu berikutnya.


Pada moment turunnya Mubarak ini, beragam pendapat muncul dari luar negeri ataupun dalam negeri Mesir, seperti Iran dan Tunisia yang bersuka cita. Israel jelas mengkhawatirkan hubungan damai antar keduanya, dan kawatir bila pemimpin berikutnya berasal dari IM yang selama ini mendukung Hamas di Palestina. Inggris dan Amerika menyatakan dukungan kepada pemimpin yang akan berkuasa sebagai sahabat. ElBaradei, tokoh oposisi yang selama ini terkenal, jelas menyampaikan rasa syukurnya.


Dewan militer yang ditunjuk pada masa transisi ini menjanjikan supremasi sipil bagi Mesir, jendral Tantawi menjadi pemimpinnya. Pernyataan awal Tantawi adalah Mesir akan menghormati perjanjian yang telah dibuat dengan pihak luar, sepertinya ini memberikan garansi kepada Israel tentang hubungan damai Mesir-Israel.


Dewan Militer menepati janjinya dengan menyelenggarakan pemilu raya di Mesir dengan 4 (empat) kandidat Presiden, yaitu Ahmad Shafiq (yang akan berduel di final dengan Mursi) seorang loyalis Mubarak, Amr Moussa, Mursi (pemimpin partai bentukan IM), dan Aboul Fotouh dari calon independen kelompok muslim. Sebetulnya, sebelum pemilu ini Mubarak juga pernah melakukan pemilu dengan peraturan banyak calon presiden, namun khas seorang diktator, Mubarak melakukan revisi peraturan di tengah jalan hingga dirinya menjadi calon tunggal untuk terpilih kembali jadi presiden.


Pemilu paska Mubarak ini memiliki juga empat blok persaingan, yaitu:


- blok Liberal (kiri tengah), partai sosial berkebebasan yang mengusung ideologi liberal dan sekuler di Mesir


- blok aliansi Islam, dipimpin oleh partai Nour Salafi mengusung ideologi Salafi, di dalamnya juga terdapat sayap politik Jamaa'ah Islamiyah (JI), dan blok ini dengan dipimpin oleh Emad Abdul Ghofur (pemimpin partai Nour Salafi). Pemimpin Salafi ini membantah bahwa blok Aliansi Islam ini bertujuan menjadi pesaing IM atau yang muncul dengan blok Aliansi Demokrat. Kelompok ini akan mendorong pelaksanaan syariah hukum Islam secara mutlak di Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun