Saat ini muncul istilah baru New Public Administration (NPA) yang menawarkan paradigma baru, namun masih dianggap sedang berkembang untuk menggantikan paradigma-paradigma sebelumnya,  baik Tradisional Public Administration (TPA) atau pun New Public Management (NPM).Â
Paradigma yang termasuk  baru ini semakin menggugah untuk dibaca mengingat beberapa fenomena benturan kepentingan bisnis dan hak-hak warga negara mulai mencuat di permukaan
NPM
Paradigma NPM mendominasi administrasi publik di era 1980-1990an, menggeser paradigma sebelumnya TPA. Paradigma lama (TPA) muncul dari gagasan kinerja yang lambat, mismanagement, atau bahkan dituduh tidak bermanajemen modern yang harus efisien dan efektif. Gelombang NPM mendapat angin segar dengan berbagai keluhan masyarakat terhadap pemerintahan di banyak negara, khususnya pajak dan pungutan-pungutan.Â
NPM mengantisipasi kegagalan pemerintah dan menawarkan kemanjuran efisiensi pasar, rasionalitas ekonomi, dan menolak gagasan pemerintahan yang besar dan mengarah privatisasi. Paradigma ini kemudian menjadi alat yang nyaman untuk memulai reformasi birokrasi di berbagai negara. Paradigma ini meresepkan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan peran kemudi "steering"tinimbang mendayung "rowing".Â
Di Amerika Serikat, Di AS, perubahan ini ditandai dengan buku terlaris Osborne dan Gaebler tahun 1992, Reinventing Government dan National Performance Review yang muncul di era pemerintahan Bill Clinton. NPM menjadikan pelayanan publik lebih "bisnis" dan meningkatkan efisiensinya dengan menggunakan model ala manajemen sektor swasta.
NPA
NPA dipandang sebagai paradigma yang sedang berkembang. Dikatakan demikian, umumnya karena paradigma ini belum koheren secara epistemologis dan aksiologis, apakah maksudnya New Public service, manajemen publik, atau tata kelola publik.Â
John M. Bryson, Profesor Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Kepresidenan McKnight dan Dekan Sementara Hubert H. Humphrey School of Public Affairs di Universitas Minnesota menyampaikan pendapatnya tentang NPA ini.Â
Menurutnya, meskipun NPM menunjukkan adanya kekuatan. Ia tidak mampu menjalankan tugas-tugas jaringan tata-kelola, kepemimpinan, dan manajemen ketika berbagai nilai publik harus dilayani yang sangat mungkin bertentangan, termasuk, efisiensi, efektivitas, dan pemerataan.
Posisi warga negara
NPA menjadikan warga dan kewarganegaraan, dan demokrasi merupakan inti dari paradigma ini. Berbeda dengan rasionalitas ekonomi NPM yang memandang warga negara sebagai "pelanggan" dan pegawai negeri dipandang sebagai manajer publik.Â
Rasionalitas paradigma NPA lebih kontinjen dan pragmatis, melampaui rasionalitas formal yang dikemukakan "manusia administratif" Herbert Simon (1997). Warga negara dipandang cukup mampu terlibat dalam penyelesaian masalah secara  deliberatif yang memungkinkan mereka mengembangkan semangat publik
Peran Lembaga Pemerintah dan aktor
Dalam Paradigma baru ini, lembaga-lembaga pemerintah dapat menjadi penyelenggara, katalis, dan kolaborator---kadangkala mengarahkan, kadang juga mendayung, bermitra, dan bahkan acapkali tidak ikut campur.Â
Paradigma yang muncul ini, kontribusi administrasi publik terhadap proses demokrasi juga berbeda. Manajer publik didesak untuk "mengarahkan" (steer), bukan "mendayung" (row). Mereka mengarahkan via penentuan tujuan, mengkatalisasi pelayanan, atau bagaimana pelayanan tersebut harus dilakukan.Â
Para manajer publik memilih "alat" tertentu atau kombinasi alat tersebut (misalnya pasar, peraturan, pajak, subsidi, asuransi, dan lain-lain) untuk mencapai tujuan.Â
Manajer publik diberdayakan dan dibebaskan dari pembatasan sehingga mereka menjadi "wirausaha" dan "mengelola' untuk mencapai hasil. NPM mencoba menyelaraskan kembali hubungan antara pengelola pelayanan publik dan atasan politiknya dengan membuat hubungan paralel antara keduanya.
Di bawah NPM, manajer publik mempunyai motivasi berbasis insentif seperti pembayaran atas kinerja, dan target kinerja yang jelas sering kali ditetapkan, yang dinilai dengan menggunakan evaluasi kinerja.Â
Selain itu, manajer dalam paradigma NPM mungkin mempunyai keleluasaan dan kebebasan yang lebih besar mengenai cara mereka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Â
Pendekatan NPM ini kontras dengan model TPA, yang mana pengambilan keputusan institusional, pembuatan kebijakan dan penyampaian layanan publik dipandu oleh peraturan, perundang-undangan dan prosedur administratif.
Penciptaan nilai-nilai
Dalam NPM, pejabat terpilih masih menetapkan tujuan sebagaimana TPA. Manajer kemudian mengelola input dan output dengan cara yang menjamin keekonomian dan daya tanggap terhadap pelanggan.Â
Sebaliknya, dalam Pendekatan baru, baik pejabat terpilih maupun manajer publik ditugaskan untuk menciptakan nilai publik sehingga apa yang paling menjadi perhatian publik dapat ditangani secara efektif dan apa yang baik bagi publik bisa dicapai.Â
Para pembuat kebijakan dan manajer publik juga didorong untuk mempertimbangkan seluruh mekanisme penyampaian alternatif dan memilih di antara mekanisme tersebut berdasarkan kriteria pragmatis. Hal ini sering kali berarti membantu membangun kolaborasi lintas sektor dan melibatkan masy untuk mencapai tujuan yang disepakati bersama.Â
Peran manajer publik jauh melampaui peran PA atau NPM tradisional; mereka dianggap mampu membantu menciptakan dan memandu jaringan kerja musyawarah dan pelaksanaan serta membantu menjaga dan meningkatkan efektivitas, kapasitas, dan akuntabilitas sistem secara keseluruhan. Sifat kebijaksanaan juga berubah.Â
Dalam TPA, manajer publik mempunyai keleluasaan terbatas; NPM mendorong keleluasaan dalam memenuhi target kewirausahaan dan kinerja.Â
Dalam Pendekatan yang baru muncul ini, keleluasaan diperlukan, namun dibatasi oleh hukum, nilai2 demokrasi dan konstitusi, serta Pendekatan akuntabilitas yang luas.
Akuntabilitas menjadi memiliki byk aspek, dan tidak hanya bersifat hierarkis (spt dalam TPA) atau lebih didorong oleh pasar (spt dalam NPM), karena pegawai negeri harus memperhatikan hukum, nilai2 masy, norma-norma politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara.
Kontribusi pada proses demokrasi
NPM jelas menonjol dalam hal efisiensi dan efektivitas, NPA justru bergerak beyond kedua nilai tersebut. NPM fokus khususnya pada nilai-nilai demokrasi.Â
Pemerintah mempunyai peran khusus sebagai penjamin nilai publik, namun warga negara serta dunia usaha dan organisasi nirlaba juga berperan penting sebagai pemecah masalah publik yang aktif. Sebagaimana telah disebutkan, dalam paradigma yang sedang berkembang ini, seluruh nilai-nilai demokrasi dan konstitusional adalah relevan.Â
Dalam paradigma yang baru muncul ini, keleluasaan diperlukan, namun dibatasi oleh hukum, nilai-nilai demokrasi dan konstitusi, serta pendekatan akuntabilitas yang luas.Â
Akuntabilitas menjadi memiliki banyak aspek, dan tidak hanya bersifat market driven sebagaimana halnya dalam iNPM, karena  pegawai pemerintahan harus memperhatikan hukum, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara.Â
Pemerintah juga perlu mengedepankan dialog dan mengkatalisasi serta merespons warga negara yang aktif dalam mengejar apa yang dihargai oleh masyarakat dan apa yang baik bagi masyarakat.
Ruslan Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H