Mohon tunggu...
Ruslan Effendi
Ruslan Effendi Mohon Tunggu... Akuntan - Pemerhati Anggaran, Politik Ekonomi, Bahasa

Penulis pada International Journal of Public Administration

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kebebasan Berbicara Bukanlah Nilai Akademik

21 November 2020   19:00 Diperbarui: 21 November 2020   19:18 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu saya membaca buku Stanley Fish yang berjudul "The first. How to think about hate speech, campus speech, religious speech, fake news, post-truth, and Donald Trump." Isinya sangat menarik. 

Dia adalah seorang ahli teori sastra Amerika, sarjana hukum, penulis dan intelektual publik. Dia juga sebagai Profesor Tamu Terhormat di Sekolah Hukum Benjamin N. Cardozo, Universitas Yeshiva di New York City.

Mengapa kebebasan berbicara bukan Nilai akademik? 

Menurut Stanley Fish kebebasan berbicara itu adalah nilai demokrasi. Dalam demokrasi, pemerintah tidak boleh mengurangi atau menstigmatisasi bentuk-bentuk pidato tertentu, tetapi bertindak sebagai perantara yang jujur yang menyediakan kerangka kerja dan forum untuk persaingan ide dan kebijakan. Dalam visi ini, setiap suara berhak untuk didengar, setidaknya secara teoritis.

Lalu tentang kebebasan berbicara di sekolah-sekolah, kampus-kampus?

Nah kalau di institusi-institusi seperti itu, kebebasannya adalah kebebasan untuk bertanya, bukan kebebasan berbicara, adalah etika yang berlaku, dan penyelidikan akademis (academic inquiry).

Namun itu juga terbatas hanya  mereka yang telah dianggap kompeten; tidak setiap suara bisa didengar. Hak untuk berbicara dalam percakapan ilmiah bukan hanya berdasarkan keanggotaan, namun kebebasan itu diberikan hanya kepada mereka yang telah selamat dari serangkaian pemeriksaan. 

Menentukan siapa yang tidak akan diizinkan untuk berbicara adalah urusan departemen biasa, komite pencarian,komite promosi, dekan, rektor, presiden, dan editor jurnal terpelajar. 

Stanley Fish memberikan contoh-contoh pertanyaan untuk ilustrasi kebebasan berbicara:

  1. Apakah instruktur yang memotong pembicaraan siswa di tengah kalimat dan berkata "Itu bukan argumen yang akan kita bahas disini" apakah dianggap melanggar hak kebebasan berbicara siswa?
  2. Apakah departemen yang mengamanatkan seperangkat teks tertentu dalam kursus inti dan melarang penyimpangan dari misalnya sebuah daftar resmi, dianggap melanggar hak kebebasan akademik seorang instruktur yang lebih memilih daftar lain atau tidak ada daftar sama sekali?
  3. Apakah departemen yang menolak proposal anggota fakultas untuk mata kuliah dengan alasan tidak sesuai dengan prioritas departemen yang menghambat kebebasan berekspresi anggota fakultas?
  4. Apakah departemen yang menolak untuk mempekerjakan atau mempromosikan kandidat karena publikasinya dinilai "di bawah standar kita" membungkam kandidat tersebut? 

Contoh pertanyaan-pertanyaan itu semua ini dianggap tidak masuk akal. Di perguruan tinggi atau universitas itu bukan kebebasan berbicara dalam konteks demokrasi melainkan pelaksanaan penilaian oleh orang dan badan yang berwenang untuk memutuskan suara mana yang layak didengar dan mana yang tidak. 

Mahasiswa  tidak diizinkan untuk melakukan penilaian itu; mereka hanya magang, dan mereka tidak memiliki hak untuk bersuara dalam konten atau struktur pendidikan mereka. (Seorang instruktur dapat memilih untuk memberi mereka suara, tetapi itu akan menjadi tindakan sukarela, bukan yang diwajibkan.). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun