Belum usai gelombang penolakan masyarakat terkait pemberlakuan PPN 12% di 2025, Rapat Paripurna DPR pada 19 November 2024 lalu, menetapkan 41 Rancangan Undang-Undang (RUU) program legislasi nasional atau prolegnas prioritas. Salah satunya RUU Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak.
Istilah sederhanya, bakal ada tax amnesty jilid III. Lagi-lagi, anggaran menjadi alasan mengemukanya rencana pengampunan pajak.
Saya pun mencoba memahami argumen Pemerintah dan DPR untuk melanjutkan kebijakan tax amnesty atas nama menyelamatkan anggaran negara. Musababnya adalah agar para orang-orang yang dahulu tidak melaporkan pajak agar ke depannya taat dalam membayar pajak dan melaporkan aset, tanpa harus khawatir akan mendapat sanksi atas tindakan negatif masa lalunya dalam hal perpajakan .
Namun efektivitasnya kelak tentu masih menjadi tanda tanya besar. Karena para pengemplang masa lalu boleh jadi lebih piawai dalam mengakali kebijakan macam ini. Apalagi dalam tax amnesty jilid I dan jilid II lalu, bisa dikata tak ada pihak-pihak yang menjadi pesakitan akibat tak mengikuti pengampunan pajak.
Ditambah lagi, rasio pajak tidak jua meningkat pasca dua kali pemberlakuan kebijakan tax amnesty.
Wajar jika kemudian rencana tax amnesty ini disayangkan oleh berbagai kalangan, di tengah kepastian rencana pemberlakuan PPN 12 % di 2025. Banyak yang menyebut dua kebijakan tersebut menunjukkan perbedaan kelas yang nyata, ketika orang miskin ditambah pajaknya sementara orang kaya dikurangi-bahkan dibebaskan-pajaknya.
Kini Presiden Prabowo Subianto telah kembali dari rangkaian lawatannya ke luar negeri. Rasanya taik berlebihan jika kiranya suksesor Joko Widodo ini segera mengambil tindakan yang terbaik sebagai tindak lanjut atas gelombang penolakan kenaikan pajak dan rencana dilanjutkannya tax amnesty ini.
Karena untuk mengeluarkan kebijakan terbaik tersebut, Prabowo dan jajaran hanya punya waktu kurang dari 40 hari. Mari kita tunggu.
Karena seperti kata senior saya yang saya tuliskan di atas. Kita rakyat---sejauh ini---hanya bisa menerima saja dengan peraturan yang berlaku.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H