gelar akademik di kartu identitas diri, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM). Kawan saya berargumen, gelar akademik sebagai sesuatu yang melekat pada seseorang, serta menunjukkan pencapaian dan sebuah kepantasan untuk disebutkan gelar akademiknya dalam sebuah identitas.
Suatu ketika, saya pernah berdebat dengan kawan saya, soal pencantumanKawan saya pun menyebut, dengan penulisan gelar akademik dalam identitas diri, maka hal itu juga menunjukkan sebuah tanggung jawab atas gelar yang dimilikinya.
Saya pribadi pun menilai argumen kawan saya ini masuk akal, meski hingga saat ini saya belum terpikir untuk menuliskan gelar sarjana saya di lembaran identitas manapun.
Soal gelar akademik ini, belakangan kembali ramai dibicarakan di ruang publik daring. Terutama pasca pesohor Raffi Ahmad mendapatkan gelar doktor honoris causa atau doktor kehormatan bidang event management and global digital development dari Universal Institute of Professional Management (UIPM)---yang awalnya---dinyatakan berlokasi di Thailand.
Namun pemberian gelar tersebut sontak memicu kecurigaan  warganet Indonesia. Terutama akibat banyaknya warganet yang merasa kurang mengenal perguruan tinggi yang memberikan gelar doktor kehormatan pada Raffi Ahmad.
Apalagi sosok Raffi Ahmad memiliki sejumlah rekam jejak buruk di kalangan warganet Indonesia. Seperti pernah berurusan dengan hukum akibat kasus narkoba, hingga pernah dipetisi untuk membatalkan sebuah proyek penginapan di Gunungkidul akibat potensi dampak kerusakan lingkungan.
Ditambah banyak pula warganet yang skeptis dengan "begitu mudah" ayah dua anak ini mendapatkan gelar doktor honoris causa. Â
Warganet diaspora pun mencoba menelusuri alamat UIPM di Thailand. Namun yang ditemukan di alamat yang tertera pada laman resmi kampus itu hanyalah hotel dan apartemen.
Sementara itu, warganet di Indonesia pun tak kalah gercep dalam menelusuri cabang perguruan tinggi pemberi gelar doktor kehormatan bagi Raffi Ahmad. Itu karena UIPM dalam sebuah pernyataan menyebut memiliki delapan perwakilan kampus di luar Thailand, antara lain di Singapura, Malaysia, Indonesia, India, hingga Amerika Serikat.
Di Indonesia, UIPM disebut beralamat di Bekasi. Namun penelurusan warganet Indonesia menemukan UIPM hanya menyewa sebuah ruangan di Plaza Summarecon, Bekasi.
Juga tidak ditemukan nama UIPM di situs resmi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Pendaftaran mahasiswa pun hanya dilakukan melalui Google Form.
Usai viral dan menjadi perbincangan selama beberapa hari di dunia maya, negara pun akhirnya hadir dalam polemik pemberian gelar doktor honoris causa pada Raffi Ahmad.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IV, menyatakan pada 29 dan 30 September telah melakukan investigasi atas keberadaan UIPM di Plaza Summarecon Bekasi. Hasilnya, tim investigasi tak menemukan adanya aktivitas operasional perguruan tinggi maupun perkantoran UIPM.
Baiklah, berarti ada kesesuaian hasil temuan Kemendikbudristek dengan alasan yang dinyatakan oleh pihak UIPM soal ketiadaan kegiatan operasional perguruan tinggi di lokasi yang disebut sebagai "kampus" UIPM di Indonesia. Dimana pihak UIPM menyebut ketiadaan kegiatan operasional di dalam "kampus" karena hampir seluruh kegiataannya dilakukan secara daring.
Namun pernyataan soal kegiatan daring yang menunjukkan adanya kegiatan akademik di UIPM tersebut, tentu menjadi lemah dalam pembuktiannya, jika mengacu pada penelusuran yang dilakukan oleh Kemendibudristek yang menyimpulkan bahwa UIPM tidak layak disebut sebagai perguruan tinggi, apalagi memberik gelar akademik kehormatan pada seseorang.
"Hasil investigasi juga menunjukkan bahwa UIPM belum memiliki izin operasional di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,"Â kata Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek Abdul Haris. dalam keterangannya, Minggu (6/10) yang dikutip sejumlah media.
Oleh karena itu, Ditjen Diktiristek sudah berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemdikbudristek guna menindaklanjuti temuan Tim Investigasi LLDikti Wilayah IV terkait keberadaan dan perizinan UIPM.
"Saat ini, tim Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tengah menindaklanjuti temuan yang ada. Kami akan bertindak tegas apabila ditemukan unsur-unsur pelanggaran," ujar Haris.
Sekedar informasi, aturan terkait pemberian gelar honoris causa diatur dalam Peraturan Menristekdikti Nomor 65 Tahun 2016 tentang Gelar Doktor Kehormatan. Serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pasal 1 Permenristek Dikti 65/2016 menyebut, gelar doktor kehormatan merupakan gelar kehormatan yang diberikan perguruan tinggi yang memiliki program doktor dengan peringkat terakreditasi A atau unggul kepada perseorangan yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau berjasa dalam bidang kemanusiaan.
Sementara jika dilihat dari laman UIPM Academy, disebutkan semua kandidat penerima gelar kehormatan yang dinominasikan bakal melalui proses peninjauan pihak UIPM.
Ketika mempertimbangkan kandidat untuk gelar doktor kehormatan, UIPM mengaku bakal mempertimbangkan kontribusi dan prestasi luar biasa seseorang dalam hal budaya. UIPM juga menulis, untuk mempertimbangkan sebagai kandidat, dapat mengirimkan surat elektronik.
Baiklah, anggaplah itu pernyataan sebelum Raffi Ahmad dinobatkan sebagai doktor honoris causa dari UIPM. Hingga pada akhirnya UIPM dinyatakan belum memiliki izin operasional di NKRI.
Dengan adanya temuan terbaru Kemendikbudristek ini, maka sangat terbuka kemungkinan gelar yang diberikan pada Raffi Ahmad untuk dicabut. Atas dasar operasional UIPM telah bertentangan dengan hukum positif di Indonesia, yakni Undang-undang Nomor 12 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa perguruan tinggi swasta dan lembaga negara lain wajib memperoleh izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. "Tanpa izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi dari pemerintah, gelar akademik yang diperoleh dari perguruan tinggi asing tersebut tidak dapat diakui," kata Abdul Haris.
Contoh selebritas yang gelar kehormatannya dicabut, yakni penyanyi Sean John Combs alias P. Diddy.Â
Gelar kehormatan dari Howard University yang diterima Diddy pada 2015 dicabut Dewan Kehormatan Howard University, karena kasus kekerasan terhadap mantan pacarnya, Cassie Ventura. Pelantun 'I Need a Girl' itu juga dituduh terlibat dalam pemberian obat bius dan pemerkosaan.
Di Indonesia, Raffi Ahmad memang bukan satu-satunya pesohor yang pernah mendapat gelar doktor honoris causa.
Sebelumnya, ada penyair mendiang WS Rendra yang mendapat gelar doktor kehormatan di bidang kebudayaan pada tahun 2008 dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Sutradara Garin Nugroho juga pada tahun 2022 mendapat gelar doktor honoris causa dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dalam bidang penciptaan seni film.
Namun secara awam tentu kita bisa menilai pencapaian Rendra dan Garin yang menjadikan dua tokoh legenda itu mendapatkan gelar kehormatan. Pun tidak perlu diragukan lagi kredibilitas perguruan tinggi yang memberikan gelar kehormatan tersebut.
Beberapa hari lalu, saya sempat membahas dalam obrolan secara random saat nongkrong dengan kolega saya, soal mengapa Raffi Ahmad bisa diberi gelar doktor kehormatan oleh perguruan tinggi yang kurang jelas kredibilitasnya.
Kawan saya pun berkata bahwa mungkin saja Raffi dimanfaatkan oleh "perguruan tinggi" yang memberinya gelar doktor kehormatan justru untuk meningkatkan kredibilitas lembaga itu sendiri. Dan jika sudah begitu, maka lembaga ini bisa mengutip testimoni (positif) soal kesan Raffi Ahmad atas gelar doktor kehormatan dari lembaga yang memberikan gelar, untuk mengangkat pamor lembaga itu.
Jika itu terjadi, maka terciptalah semacam 'simbiosis mutualisme'. Raffi terangkat prestisenya karena meraih gelar kehormatan, lembaga yang memberikan juga terangkat prestisenya oleh testimoni dan kepopuleran sang penerima gelar.
Dalam hal ini, lembaga perguruan tinggi 'abal-abal' tersebut memanfaatkan kebiasaan Raffi Ahmad yang kerap membantu koleganya yang membutuhkan pertolongan pria kelahiran Bandung 37 tahun lalu ini.
Sementara di sisi lain, Raffi pun merasa dirinya memang pantas untuk mendapat gelar kehormatan seperti yang diberikan oleh UIPM, seperti halnya argumen kawan saya soal pencantuman gelar akademik yang saya sampaikan di awal tulisan ini.
Semoga dengan adanya hasil temuan dari Kemendikbudristek soal lembaga pemberi gelar kehormatan kepada Raffi Ahmad merupakan lembaga pendidikan yang tak berizin operasional, bisa menjadi awal bagi para pemangku kepentingan terkait, untuk bisa menertibkan keberadaan lembaga sejenis yang berpotensi menimbulkan kerancuan dan kekacauan dalam dunia pendidikan di Tanah Air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H