Bola Seluruh Indonesia alias PSSI merayakan hari jadinya yang ke-94. Tentu tak berlebihan rasanya, jika menyebut hasil akhir pertandingan timnas Indonesia U-23 atas timnas Australia U-23 sebagai kado spesial dalam peringatan ulang tahun induk organisasi cabang olah raga sepak bola Indonesia ini.
Hari ini, Persatuan SepakTak hanya menjadi kado istimewa untuk hari jadi PSSI, kemenangan Rizki Ridho dan kawan-kawan dengan skor 1-0 ini pun menjadi sebuah hasil yang menggembirakan atas pembenahan mental pemain timnas Indonesia sejak ditangani oleh pelatih berpaspor Korea Selatan, Shin Tae Yong.
Akan tetapi, lain level timnas lain pula level klub. Jika timnas Indonesia berhasil mempersembahkan kado manis untuk hari jadi PSSI, sepak bola level klub justru memberi kado pahit pada tiga hari jelang ulang tahun PSSI, tepatnya pada tanggal 16 April lalu.
Adalah pertandingan lanjutan BRI Liga 1 2023/2024 yang mempertemukan dua mantan juara Liga Indonesia, Bhayangkara Presisi Indonesia FC dan Persik Kediri berakhir dengan skor yang mencolok, yakni 7 gol tanpa balas untuk Bhayangkara FC yang bertindak selaku tuan rumah.
Saya memang tidak menyaksikan langsung pertandingan tersebut, juga tidak menontonnya melalui layar kaca. Namun ketika terjadi kehebohan soal hasil akhir pertandingan yang digelar di Lapangan PTIK Jakarta Selatan itu di media sosial dan media daring, saya pun mencoba menyaksikan tayangan highlight pertandingan tersebut, khususnya cuplikan proses terjadinya tujuh gol.
Dan pandangan mata awam saya pun menilai seluruh gol yang dihasilkan oleh tim yang juga diperkuat oleh mantan pemain timnas Belgia Radja Nainggolan itu seolah tercipta dengan cukup mudah.
Bahkan gol ketujuh dalam pertandingan tersebut dinyatakan sebagai gol bunuh diri penjaga gawang Persik Kediri, Dikri Yusron. Proses terjadinya gol terakhir ini pun bisa dikatakan dalam bahasa yang lagi tren saat ini  di luar nurul.
Bagaimana tidak, dalam video cuplikan terjadinya gol terlihat Dikri tak berupaya untuk menyapu jauh bola yang di-back pass oleh rekannya, padahal ada pemain lawan yang siap untuk menyergap bola umpan tersebut.
Dikri pun terlihat membiarkan bola yang sudah dalam penguasaannya sebagai penjaga gawang untuk direbut oleh pemain Bhayangkara FC, Mohammad Ragil. Sesaat kemudian, Ragil pun membawa bola mencari ruang tembak untuk untuk menceploskan bla ke gawang Persik.
Anehnya, para pemain Persik seolah tak berupaya keras untuk merebut bola dari Ragil. Sehingga dengan Mudah Ragil menembak ke arah gawang Dikri Yusron. Bola tendangan itu memang sempat mengenai mistar, namun usai membentur mistar gawang bagian atas, bola malah membentur badan Dikri Yusron dan masuk ke dalam gawang Persik.
Gol itu pun menjadi penutup pesta gol Bhayangkara FC yang hingga kini masih belum bisa naik dari zona degradasi di klasemen sementara, alias hanya setingkat di atas juru kunci Persikabo 1973. Adapun bagi Persik, hasil ini minor ini menghambat upaya mereka untuk lolos ke zona Championship Series alias 4 besar, karena masih tertahan di peringkat ke- 7. Â Â
Hasil akhir dan proses gol yang dinilai janggal tersebut pun berbuntut laporan manajemen Persik Kediri kepada Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Bola. Dasar laporan tersebut seperti dinyatakan oleh manajemen Persik Kediri dalam sebuah siaran pers yang diterbitkan pada satu hari setelah pertandingan, adalah karena kekecewaan terhadap performa tim di lapangan, yang berakibat pada bersaranya tujuh gol ke gawang mereka.
Anggota Satgas Anti Mafia Bola Akmal Marhali dalam siaran persnya pun menyatakan telah menerima laporan dari manajemen Persik Kediri. Akmal pun mengaskan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut, untuk diteruskan dan diproses secara hukum oleh Satgas Antimafia Bola Polri. Â
Namun dalam beberapa unggahan tentang hasil pertandingan Bhayangkara FC vs Persik Kediri yang berbuntut laporan manajemen Persik itu di media sosial, sejumlah warganet mengungkapkan skeptitismenya atas tindak lanjut dugaan pelanggaran non teknis dalam pertandingan tersebut.
"Lapor satgas? Lah satgas aja isinya orang bhayangkara"Â ujar akun @ibra_****
"Apakah misi penyelamatan telah dimulai"Â kata akun @di.******25
Yang dimaksud dengan "penyelematan" di sini adalah upaya agar tim milik Polri itu tidak sampai terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Indonesia. Opini liar di kalangan penggemar sepak bola nasional tersebut muncul pasca belanja pemain jor-joran yang dilakukan manajemen tim berjuluk The Guardian ini di awal putaran ke-2 Liga 1 2023/2024.
Tak tangung-tanggung, 11 pemain baru didatangkan oleh Bhayangkara FC, termasuk Radja Nainggolan. Bahkan I Putu Gede Juniantara ditarik kembali ke Bhayangkara FC dari Persib Bandung melalui surat tugas anggota Polri.
Tak hanya merombak pemain, juru taktik baru juga dihadirkan oleh Bhayangkara FC, yakni Mario Gomez, yang pernah membesut Persib Bandung dan Borneo FC. Namun di tengah jalan Abah Gomez pun harus menerima kenyataan berpisah dengan Bhayangkara FC.
Perombakan skuad tersebut juga nyatanya hingga saat ini tak membuahkan hasil yang signifikan. Pun kehadiran Radja Nainggolan yang notabene alumnus Liga Italia Serie A, juga tak mampu mendongkrak performa tim, sehingga Bhayangkara FC masih belum bisa keluar dari zona merah.
Ini tentu bukan pertama kalinya Bhayangkara FC mendapat opini negatif liar di masyarakat. Tahun 2017, tim yang kerap berpindah home base ini menjadi 'juara yang dihujat', karena menjadi juara setelah muncul keputusan kontroversial terhadap Mitra Kukar.
Ceritanya, Mitra Kukar divonis bersalah oleh Komdis PSSI dalam pertandingan melawan Bhayangkara FC, karena memainkan Mohammed Sissoko yang saat itu sedang menghadapi larangan bertanding. Namun Naga Mekes berdalih memainkan mantan personil Juventus dan Liverpool itu karena tak menemukan nama Sissoko dalam Nota Larangan Bermain (NLB)
Belakangan, Direktur PT Liga Indonesia Baru Tigorshalom Boboy mengatakan tidak ada kewajiban menyampaikan NLB kepada klub, sehingga klub harus memilah sendiri pemain yang bisa atau tidak bisa bertanding akibat terkena hukuman.
Akibatnya, hasil imbang 1-1 pertandingan Mitra Kukar vs Bhayangkara FC pun digugurkan, dan tim asal Kalimantan Timur itu mendapat sanksi kalah WO.
Pernyataan kemenangan Bhayangkara FC ini pun menjadikannya pemimpin klasemen melewati Bali United yang harus puas lengser ke posisi runner up, meski menang lawan PSM Makassar.
Suara miring terhadap The Guardians juga muncul ketika merekrut Putu Gede Juniantara dari Persib Bandung dengan berbekal surat tugas karena Putu merupakan anggota Polri aktif, sehingga dianggap tak sejalan dengan spirit sepak bola profesional, yang lazimnya menggunakan perjanjian kontrak kerja sebagai pengikat pemain.
Kini suara miring kembali muncul terhadap Bhayangkara FC pasca menang telak atas Persik Kediri. Gol-gol yang tercipta dengan cara yang (terlihat) mudah pun kian menjadikan nyaring suara-suara miring itu.
Kita nantikan saja, bagaimana tindakan lanjutan dari laporan kejanggalan permainan ini yang disampaikan kepada Satgas Antimafia Bola Polri. Semoga ada keputusan yang terbaik dan tegas atas kasus yang menodai peringatan HUT ke 94 PSSI ini. Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H