Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kritik M Tahir dan Mental Pemain Lokal

10 April 2024   16:55 Diperbarui: 11 April 2024   07:43 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dialog Youtuber Felipe Valdes dengan dua pemain naturalisasi Indonesia, Beto Goncalves dan Otavio Dutra. (Sumber: tangkapan layar Youtube)

Sampai hari ini, algoritma lini masa media sosial saya masih juga menampilkan hal-hal yang terkait dengan pernyataan kontroversi pesepakbola nasional Muhammad Tahir, yang viral beberapa waktu lalu. Entah sampai kapan unggahan seperti ini akan berhenti muncul di lini masa saya. Mungkin nanti jika ada kehebohan baru.

Sekedar informasi, Muhammad Tahir membuat heboh jagad medsos negeri penggemar sepak bola ini, usai potongan videonya saat berbincang dalam sebuah siniar bersama pengamat sepak bola nasional Akmal Marhali tersebar.

Dalam potongan video siniar Bincang Bola by Akmal yang menyebar dengan cepat di media sosial itu, Tahir menyebut kualitas pemain naturalisasi 11-12 dengan pemain lokal.  Dalam ragam bahasa non-resmi, '11-12' kerap diartikan sebagai sesuatu yang tak jauh berbeda.

"Coba saja PSSI kalau mau bikin uji coba antara pemain lokal dan naturalisasi. Kami bisa menang," ujar Tahir menegaskan pernyataannya soal kualitas pemain naturalisasi yang tak jauh beda dengan pemain "asli" Indonesia.

Baiklah, sepotong kata-kata pemain berdarah Sulawesi Selatan itu pun sepertinya sudah mampu memancing kemarahan para warganet Indonesia. Apalagi saat potongan video itu menyebar, publik sepak bola Indonesia masih dalam euforia kemenangan tim nasional Indonesia atas Vietnam dengan skor 0-3 di hadapan publik Vietnam.

Dalam pertandingan tersebut, skuad asuhan Shin Tae Yong diisi hingga 9 pemain naturalisasi. Mulai dari Marc Klok hingga Jay Idzes. Karena itu, banyak warganet yang menilai Tahir seolah tak menghargai perjuangan para pemain naturalisasi yang telah sepenuh hati bermain untuk timnas Indonesia.

Serangan di medsos terhadap pernyataan kontroversial Tahir soal kualitas pemain naturalisasi kian masif, karena mantan pemain Persipura Jayapura itu  juga menyinggung nama Ruben Sanadi dan Beto Goncalves masih layak untuk dipanggil oleh Shin Tae Yong untuk memperkuat timnas Indonesua saat ini.

Penyebutan nama Beto inilah yang sontak membuat sebagian netizen malah menyindir balik Tahir: Katanya kualitas pemain naturalisasi 11-12 sama pemain lokal. Tapi kok malah menyebut Beto masih pantas dipanggil timnas?

Ya, mantan rekan setim Tahir di PSBS Biak ini memang termasuk dalam pemain naturalisasi asal Brasil, yang pernah memperkuat timnas Indonesia. Hingga saat ini, Beto memiliki 12 caps bersama timnas Indonesia.

Namun kini pemain yang menjalani naturalisasi karena durasi tinggal dan perkawinan di Indonesia---bukan karena memiliki darah keturunan Indonesia---itu, tak lagi menjadi andalan lini serang Indonesia di usianya yang telah mencapai 43 tahun.

Meski demikian, penampilan Beto di level klub saat ini seolah belum termakan usia, dan ikut membawa PSBS Biak promosi ke Liga 1 untuk pertama kalinya pada kompetisi Liga 2 tahun ini. Tentunya bersama M Tahir dan kawan-kawan.

Karena itu, saya termasuk yang berfikir pernyataan Tahir soal Beto Goncalves dan Ruben Sanadi pantas dipanggil kembali oleh timnas Indonesia itu hanyalah sebuah kelakar. Tak mungkin Tahir tak tahu bahwa Beto adalah pemain naturalisasi.

Mungkin Tahir ingin menyiratkan pesan 'Old soldiers never die' kepada Shin Tae Yong. Karena Beto dan Ruben meski sudah tidak dalam usia emasnya namun masih memiliki kemampuan olah bola nan  prima. Pemakluman saya soal candaan ini, adalah karena Tahir masih dalam euforia juara Liga 2 yang beberapa waktu lalu resmi disandang oleh PSBS Biak usai mengalahkan salah satu klub sarat sejarah, Semen Padang.

Namun apakah Tahir memang sedang berkelakar ketika mengatakan Beto dan Ruben masih pantas dipanggil Shin Tae Yong? Entahlah.

Namun jika menyebut nama Beto, bagi saya menarik. Salah satu yang menarik dari pemain yang sudah sejak tahun  2006  malang melintang di persepakbolaan nasional---hingga akhirnya menjadi pemain naturalisasi Indonesia--ini adalah karena ia berasal dari Brasil, yang notabene merupakan salah satu negara besar dalam sejarah sepak bola dunia.

Beberapa waktu silam, pemain bernama asli Alberto Goncalves da Costa ini diwawancara oleh seorang Youtuber yang juga asal Brasil namun kerap membuat konten yang berbau Indonesia, yakni Felipe Valdes.

Dalam dialog tersebut, Valdes bertanya apa perbedaan pesepakbola Indonesia dengan pesepakbola di Brazil, dan mengapa pesepakbola Indonesia tidak ada yang menonjol meskipun Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang fanatik pada sepak bola.

"Kami pemain Brasil sejak kecil kami ingin bersaing, kami ingin menang (dalam persaingan). Pemain Indonesia  lebih santai, akomodatif, tidak ambisius seperti pemain di Brasil," demikian Beto menjawab pertanyaan Valdes.

"(Pemain Indonesia) tidak ingin bermain di luar negeri. Bermain di sini (Indonesia sudah cukup). Ketika sudah mendapatkan cukup uang untuk membeli mobil, rumah, dan membantu orang tua, itu sudah cukup (bagi pemain Indonesia)," lanjut Beto.

"Berarti pemain sepak bola Indonesia lebih (berorientasi) meningkatkan kehidupannya, sementara pemain Brasil fokus di karirnya?" tanya Valdes.

"Benar, pemain sepak bola Brasil sejak mulai berkarir sudah ingin bermain di luar negeri," jawab Beto.

Dialog Youtuber Felipe Valdes dengan dua pemain naturalisasi Indonesia, Beto Goncalves dan Otavio Dutra. (Sumber: tangkapan layar Youtube)
Dialog Youtuber Felipe Valdes dengan dua pemain naturalisasi Indonesia, Beto Goncalves dan Otavio Dutra. (Sumber: tangkapan layar Youtube)
Jawaban Beto tersebut boleh jadi mencerminkan karir sepak bolanya sendiri, dan budaya pesepakbola di negeri asalnya. Bagi sebagian pemain Brasil, berkarir di luar negeri sejak dini merupakan 'jalan ninja' untuk memperoleh masa depan karir yang cerah.

Para pemain tim nasional Brasil dari generasi ke generasi pun sudah membuktikan hal tersebut. Termasuk para pemain Brasil yang memutuskan untuk berkarir panjang di Indonesia.

Bahkan Beto Goncalves dan satu pemain asal Brasil lainnya, Otavio Dutra, akhirnya menjadi warga negara Indonesia dam memperkuat timnas Indonesia. Beto sendiri resmi dinaturalisasi pada tahun 2018 lalu, setelah 12 tahun berkarir di Liga Indonesia.

Saya coba mengaitkan penjelasan Beto tersebut, dengan pernyataan Shin Tae Yong saat mengawali kebijakan merekrut pemain berdarah Indonesia yang berkarir di sejumlah klub di negara-negara Eropa.

Mantan pelatih timnas Korea Selatan ini menyebut ketika ia pertama kali ditugasi menangani tim Garuda, kendala utama yang ia temukan adalah soal mentalitas. Timnas Indonesia disebut Shin Tae Yong sudah merasa 'kalah duluan' jika bertemu

Coach Shin pun menilai kebijakan naturalisasi saat ini sudah tepat untuk menjadikan timnas memiliki mental bertanding yang tangguh, dan pada gilirannya akan meningkatkan kualitas permainan.

Ya, naturalisasi memang bukan sesuatu yang dilarang dalam kontingen olah raga yang mewakili sebuah negara, termasuk Indonesia. Hanya saja dalam kasus di Indonesia, dengan banyaknya pemain hasil naturalisasi khususnya di era kepelatihan Shin Tae Yong, timbul sebuah pertanyaan besar:

Apa guna kompetisi yang konsisten jika ternyata tim nasionalnya lebih banyak diisi oleh pemain naturalisasi---yang notabene bermain di kompetisi luar negeri? Bukankah sebuah kompetisi olah raga semestinya mampu menghasilkan pemain-pemain terbaik untuk mensuplai kebutuhan kontingen tim nasional?

Wakil Ketua Umum PSSI Zainuddin Amali pun menegaskan naturalisasi hanya akan menjadi program jangka pendek. Adapun pembinaan pemain muda masih akan tetap menjadi fokus untuk jangka panjang.

Kalau sudah begitu, tinggal dinanti saja bagaimana konsistensi dan kontinuitas pembinaan pemain muda jangka panjang itu. Termasuk bagaimana membentuk mental para pemain muda itu agar berorientasi pada prestasi tinggi alih-alih hanya sekedar menjadikan sepak bola sebagai pekerjaan yang menghasilkan uang.

Entah sampai kapan penantian ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun