Terkait larangan tersebut, menteri yang akrab disapa Zulhas ini menambahkan, pemerintah akan mengatur larangan platform media sosial berjualan, sebagai bagian dari revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Baiklah, mari kita tunggu implementasi dan konsistensi aturan tersebut di tengah disrupsi ekonomi berbasis digital saat ini.
Yang jelas, seperti halnya disrupsi digital di sektor transportasi, disrupsi digital di sektor perdagangan menjadi sesuatu yang mau tidak mau harus dihadapi oleh para pelaku bisnis, termasuk di segmen usaha mikro kecil dan menengah. Karena pada dasarnya, digitalisasi menjadi sebuah masa depan yang harus dihadapi oleh UMKM kita.
Juga tak bisa dipungkiri, ada pula pebisnis skala mikro dan kecil yang terbantu oleh fasilitas berjualan yang ada di media sosial. Meskipun, mungkin untuk saat ini yang lebih terekspos di media dan adalah kerugian UMKM -- khususnya yang masih melakukan pemasaran secara luring -- akibat hadirnya fitur jual beli di medsos.
Jika memang pada akhirnya keberadaan fitur jual beli di medsos itu tak bisa dihilangkan atas nama kemajuan teknologi, mungkin win win solutions-nya adalah bagaimana pemerintah bisa mengatur social commerce, e-commerce, serta pedagang luring mendapatkan posisi yang sejajar.
Soal pasar luring UMKM sepi yang terekspos di Pasar Tanah Abang belakangan ini akibat masifnya perdagangan daring, bukankah fenomena ini sudah terjadi pula di beberapa pusat perbelanjaan lainnya?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H