Salah satu yang menjadi sorotan publik atas revisi UU KPK ini, adalah posisi KPK yang kini berada di ranah eksekutif. Kemudian tes wawasan kebangsaan bagi pegawai, yang dinilai mengada-ada.
Belum lagi sosok Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK, yang kerap disebut sebagai ketua KPK terburuk dalam sejarah, karena beberapa kali tersandung kasus yang terkait dengan jabatannya sebagai ketua KPK.
Meskipun berhasil menangkap sejumlah pejabat yang terlibat korupsi, termasuk menteri Juliari Batubara dan Edhi Prabowo, namun keberhasilan tersebut seolah beradu dengan sejumlah kasus yang melibatkan para pimpinan KPK.
Tak hanya yang menyangkut Firli pribadi, kasus demi kasus dan keblunderan yang berkaitan dengan pejabat teras KPK, terus terjadi sepanjang rezim Firli Bahuri.
Seperti kasus mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, yang dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, atas dugaan menerima fasilitas mewah dari BUMN saat pagelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika.Â
Kasus demi kasus itupun kini berbentuk blunder dalam penetapan Marsdya Henri dan Letkol Afri pun dilakukan KPK, dan berbuntut friksi antara pimpinan dan bawahannya.
Mungkin benar apa kata Pak Luhut Pandjaitan. KPK saat ini tak perlu selalu pamer keberhasilan operasi tangkap tangan.
Mungkin pak menko ini sedang menyampaikan pesan tersembunyi pada kita semua, bahwa ada yang lebih penting dari sekadar OTT. Yakni pembenahan internal KPK itu sendiri.
Mungkin lho ya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H