Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Pekerjaan Rumah Terbesar KPK: Pembenahan Internal

30 Juli 2023   08:31 Diperbarui: 31 Juli 2023   07:28 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Termasuk peraturan dalam pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menyatakan KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

Mungkin pasal ini pulalah yang menjadi penyebab Puspom TNI menyatakan keberatan atas pengenaan dan pengumuman tersangka anggota TNI aktif tanpa koordinasi KPK maksimal KPK dengan pihaknya.

Asumsi liar pun menilai terjadi miskoordinasi pula di antara para pimpinan KPK itu sendiri. Karena apa yang dinyatakan oleh Alexander Marwata kemudian dianulir dan dimintakan maaf oleh Johanis Tanak. Sesama wakil ketua KPK.

Belum usai heboh soal kekhilafan KPK dalam tangkap tangan eks pejabat Basarnas, Direktur Penyidikan (Dirdik) sekaligus Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Asep Guntur dikabarkan akan mengundurkan diri. Sebagai imbas kisruh soal operasi tangkap tangan (OTT) kasus yang melibatkan Basarnas.

Namun Detik.com pada Sabtu 29 Juli 2023 mengutip surat protes yang mengatasnamakan pegawai KPK, yang justru meminta agar Brigjen Asep mengurungkan rencananya untuk mengundurkan diri.

Masih menurut surat yang sama, pegawai KPK mengaku heran dengan sikap "cuci tangan" pimpinan KPK dalam kekhilafan OTT kasus yang melibatkan mantan pejabat Basarnas. Para pimpinan dinilai malah mengkambinghitamkan para bawahan.

Bisa jadi, surat ini sebagai reaksi pegawai yang keberatan dengan pernyataan Johanis Tanak saat konferensi pers soal "kekhilafan". Saat itu Tanak menyatakan terdapat kekeliruan dari penyelidik KPK, yang berakibat penetapan Marsekal Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka.

Tak hanya itu, surat pernyataan pegawai KPK itu juga meminta para pimpinan untuk mengundurkan diri, karena sudah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik.

Dalam kacamata saya sebagai orang awam, seandainya surat pernyataan itu benar adanya dan mewakili suara dari karyawan internal KPK, berarti lembaga anti rasuah kita sedang tidak baik-baik saja secara internal maupun dari sisi kepercayaan masyarakat.

Kasus "kekhilafan" dalam OTT KPK ini mengemuka, ketika belum hilang ingatan publik atas kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) KPKi. Dua kasus ini pun menambah daftar catatan negatif KPK di masa pimpinan Firli Bahuri.

Periode negatif, ataupun titik nadir, atau senjakala, atau apapun istilahnya untuk KPK, bisa dikatakan terjadi sejak revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun