tersangka atas kasus tewasnya salah satu anak didiknya, Mandala Aditya (13), saat mengikuti rangkaian kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) SMP Negeri 1 Ciambar.
Polres Sukabumi, Jawa Barat, pada Rabu 26 Juli lalu telah resmi menetapkan Kepala SMP Negeri 1 Ciambar berinsial K (55 tahun) sebagaiK dikenakan pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan:Â Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.
Kapolres Sukabumi AKBP Maruly Pardede, dalam keterangannya saat penetapan tersangka K menyebut, selain dikenakan pasal 359 KUHP, K juga dinyatakan melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016.
Dalam peraturan yang ditandatangani Mendikbud Anies Baswedan itu pasal 9 ayat 1 menyatakan:
Sekolah wajib meminta izin secara tertulis dan mendapatkan izin secara tertulis dari orangtua/wali calon peserta kegiatan pengenalan anggota baru ekstrakulikuler.
Kemudian pasal 9 ayat 4 menyebutkan:
Apabila terdapat potensi risiko bagi siswa baru dalam pengenalan anggota baru pada kegiatan ekstrakulikuler sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sekolah wajib membuat pemetaan dan penanganan risiko serta memberitahukan kepada orangtua/wali untuk mendapat persetujuan.
Menurut Maruly seperti dikutip sejumlah media, K dinilai menyalahi sejumlah prosedur dalam Masa Orientasi Pendidikan Kepramukaan (MOPK) -- yang menjadi kegiatan tambahan MPLS di SMPN 1 Ciambar -- dan mengambil lokasi di luar sekolah.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, Maruly menyebut K tidak membuat susunan panitia pelaksanaan kegiatan MOPK. Selain itu, mengacu pada Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016, K juga dinilai melanggar peraturan tersebut, karena tidak melakukan pemetaan potensi kerawanan dan tidak membuat pemetaan penanganan risiko.
"K juga tidak memberikan arahan kepada para guru untuk melaksanakan pengawasan MOPK dan tidak melakukan pengecekan siswa di tiap pos kegiatan MOPK," demikian Maruly.
Kasus tewasnya Mandala Aditya usai mengikuti kegiatan MOPK ramai diperbincangkan publik, usai beredar video viral di media sosial yang menunjukkan sejumlah warga mengevakuasi jasad seorang remaja dari dasar aliran Sungai Cileleuy yang berada di Kampung Selaawi Girang, Desa Cibunarjaya, Kecamatan Ciambar.
Jasad itu pun kemudian diidentifikasi sebagai Mandala Aditya, yang merupakan siswa baru peserta MPLS -- yang dilanjutkan dengan MOPK -- SMP Negeri 1 Ciambar, Sukabumi.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi Jujun Juaeni mengatakan, peristiwa naas yang merenggut nyawa Mandala terjadi saat dilaksanakan acara tambahan usai MPLS yakni berjalan dan makan bersama di sekitar Sungai Cileeuy. Pada saat kegiatan makan siang itulah, Mandala dan dua temannya memisahkan diri dari rombongan.
Masih berdasarkan keterangan Jujun, ketiga siswa baru itu usai memisahkan diri dari rombongan justru bermain di aliran sungai, hingga musibah yang merenggut nyawa Mandala itu pun terjadi.
"Dari pihak sekolah memastikan tidak ada kegiatan mandi di sungai, hanya hiking dan botram (makan bersama) saja,"Â demikian keterangan Jujun.
Jika memang benar bahwa yang dilakukan Mandala dan kedua rekannya itu di luar susunan kegiatan MPOK, maka sebagai orang yang pernah melalui fase kehidupan remaja maka saya menganggap 'wajar' apa yang dilakukan oleh Mandala dan kawan-kawan.
Kita tentu pernah membaca teori psikologis yang menyebut ciri umum yang  lazim ditemukan pada seseorang yang memasuki fase remaja adalah senang melakukan kegiatan yang bekelompok dan penasaran untuk mencoba hal baru.
Sidik Jatmika dalam Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban Globalisasi menyebutkan, remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya dan sering mengalami rasa percaya diri yang tinggi (over confidence).
Dalam konteks perkembangan cara berfikir seorang remaja dari masa kanak-kanak, apa yang dilakukan oleh Mandala dan dua rekannya dengan berenang di sungai meski bukan bagian dari rangkaian acara sekolahnya, merupakan cara mereka untuk memenuhi dua jenis 'kebutuhan' di masa remaja.
Siti Hafsah dalam Perilaku Agresif Ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Authoritarian menyebut, dua kebutuhan  itu yakni kebutuhan untuk menciptakan hubungan persahabatan, serta kebutuhan akan adanya kebebasan untuk menentukan sikap sesuai dengan kehendaknya.Â
Karena bisa jadi jika Mandala dana dua rekannya tetap mengikuti kegiatan yang telah disusun alih-alih pamit untuk memisahkan diri dari rombongan, maka mereka akan menganggap tidak bisa memenuhi kebutuhan kebebasannya untuk berenang di sungai.
Musibah memang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Namun kita tentu tetap bisa berusaha semaksimal mungkin agar potensi musibah bisa ditekan seminimal mungkin. Termasuk kegiatan ekstrakulikuler sekolah yang berkaitan langsung dengan alam, seperti Pramuka, pecinta alam, paskibra, olahraga alam, dan lain sebagainya.
Saya kerap menemukan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ekstrakulikuler tersebut, kurang memperhatikan faktor potensi kecelakaan dan bagaimana menangani korban yang tertimpa kemalangan. Hal itu terutama karena panitia kegiatan yang minim akan pengetahuan pencegahan musibah dan mitigasi bencana, baik dari panitia pelaksana yang merupakan siswa senior, alumni sekolah, maupun guru yang menjadi pembina kegiatan.
Kemudian jika kegiatan tersebut masih bersifat pengenalan atau orientasi, seyogianya tidak dilakukan di luar sekolah terlebih dahulu. Melainkan bisa lebih dalam bentuk pengenalan kegiatan ekstrakulikuler secara komprehensif di lingkungan sekolah.
Inipun sebenarnya berkelindan dengan Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016, khususnya dalam pasal 5 ayat 1 huruf c: (Pengenalan lingkungan sekolah) dilakukan di lingkungan sekolah kecuali sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai.
Barulah jika sudah terseleksi anggota yang akan mengikuti ekstrakulikuler tersebut -- dengan asumsi jumlahnya akan lebih sedikit dibanding seluruh siswa baru -- maka pengenalan kegiatan ekstrakulikuler yang karena jenis kegiatannya lebih banyak dilakukan diluar sekolah seperti pecinta alam sudah bisa dilakukan di luar sekolah, tentunya dengan pengawasan yang semaksimal mungkin dari pihak sekolah.
Dalam kasus tewasnya Mandala yang masih terkait dengan kegiatan pengenalan lingkungan dan aktivitas di sekolah, hemat saya, menjadi tepat ketika kepala sekolah selaku penanggung jawab atas seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah -- termasuk pengenalan ekstrakulikuler -- dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.
Apalagi Permendikbud Nomor 18 tahun 2016 pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa kepala sekolah bertanggung jawab penuh atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pengenalan lingkungan sekolah.
Semoga peristiwa memilukan ini menjadi pelajaran untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H