Saat menjadi penampil pada peringatan Hari Bhayangkara ke-77 pada 1 Juli 2023 lalu, kelompok musik Slank membawakan lagu bertajuk Polisi Yang Baik Hati. Usai dibawakan pada pagelaran di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu, warganet hingga saat ini pun ramai membicarakan atau memberi tanggapan soal Slank dan lagu yang didendangkannya itu.
Adapun lagu Polisi Yang Baik Hati, seperti dinyatakan dalam laman instagram resmi @slankdotcom, memang dipersembahkan khusus untuk Polri dalam rangka HUT Bhayangkara tahun ini. Lirik lagu tersebut sebagai berikut:
Polisi yang baik hati
Senyum ramah manusiawi
Pembela rakyat sejati
Sukarela mengayomi
Polisi yang baik hati
Siap siaga melindungi
Paling sigap melayani
Sepanjang malam sepanjang hari
Polisi yang baik hati
Sahabat yang dicintai
Teman yang menyemangati
Kehadiranmu slalu dinanti
Hmmm.....oke, lagu hymne semacam ini mungkin menjadi biasa jika dinyanyikan oleh kalangan internal Polri, atau yang berafiliasi langsung dengan kepolisian.
Akan tetapi, pembicaraan soal lagu ini menjadi ramai di media sosial, karena dinyanyikan oleh Slank, yang notabene salah satu grup band besar Indonesia yang memiliki kelompok penggemar fanatis yang masif. Karena itu wajar jika dibawakannya lagu pujian ini memantik pembicaraan kalangan masyarakat, wabil khususon warganet.
Adapun Slank memang bukan pemain baru di kancah permusikan Indonesia. Grup band yang digawangi Akhadi Wira Satriaji (Kaka pada vokal), Bimo Setiawan Almachzumi Sidharta (Bimbim, drum), Ivan Kurniawan (Ivan, bass), Abdinegara Noerdin (Abdee, gitar), serta Mohammad Ridwan Hafiedz (Ridho, gitar) ini, bermusik sejak tahun 1983 ketika Bimbim masih menjadi berusia 17 tahun.
Berganti formasi hingga 14 kali, formasi yang disebutkan di atas menjadi formasi terakhir sekaligus tetap eksis hingga kini menjaga nama besar Slank, nama yang benderanya kerap berkibar di sejumlah konser musik di Tanah Air, meskipun bukan Slank yang tampil di konser itu.
Eksisnya bendera Slank di beberapa konser, boleh jadi menunjukkan kebesaran nama Slank, atau bahkan mewakili Slankers -- sebutan untuk penggemar Slank -- sebagai kelompok fans grup band terbesar dan paling fanatik di Indonesia.
Dalam perjalanan bermusiknya, Slank tentu masih mengalami ketatnya 'peraturan' era ordebaru soal penampilan di atas panggung, termasuk peraturan soal songlist dan lirik dalam lagu yang dibawakan untuk publik.
Namun seiring kian berkurangnya lkekuatan rezim Orba di era 90-an, Slank dan beberapa musisi lainnya mulai menjadi kalangan yang kerap tampi dengan lirik-lirik yang mengkritisi pemerintahan.
Jeremy Wallach (Modern Noise, Fluid Genres: Popular Music in Indonesia 1971-2001) menyebut sejumlah seniman musik yang cenderung kontra dengan Orba, seperti Iwan Fals, Rhoma Irama, Harry Roesli, hingga Slank.
Di ujung kekuasaan Orba, Slank pun turut dalam arus gelombang protes masyarakat terhadap penguasa, dengan merilis album Mata Hati Reformasi. Sejumlah lagu-lagu dengan lirik mengkritisi kebijakan pemerintah pun dimasukkan dalam album ke-8 Slank ini.
Menariknya, di album Mata Hati Reformasi, ada satu lagu yang juga berkaitan dengan polisi, yakni Bela Diri. Liriknya sebagai berikut:
Ah ah
Ahoh
Ah oh
Ah oh
Nyawa orang kini udah gak ada harganya
Crime di sini sudah semakin tinggi
Apa perlu Indonesia kaya di Texas?
Orang bebas beli pistol buat jaga diri?
Polisi datang terlambat
Daripada dibunuh, untuk bela diri
Mending tembak duluan
Daripada dibunuh, untuk bela diri
Mending kamu kutembak
Dor, dor, dor, mampuslah kau
Dor, dor, dor, mampuslah kau
Dor, dor, dor, mampuslah kau
Dor, dor, dor, mampus elu
Dor, dor, dor, mampuslah kau
Dor!
Mampus lo, mampus, mampus
Anjing
Bisa ditafsirkan, pesan dalam lirik lagu ini adalah perlunya membawa senjata untuk perlindungan diri dari tindak kejahatan. Karena polisi tidak bisa diandalkan untuk melindungi akibat datangnya selalu terlambat.
Karena itu,lagu Polisi Yang Baik Hati merupakan antitesis dari lagu Bela Diri. Bisa jadi.
Nah, dalam konteks propaganda melalui musik, seperti yang kini lazim dilakukan oleh Slank dalam penampilannya di atas panggung, pernah diungkapkan oleh John Street dalam Fight the Power: The Politics of Music and the Music of Politics bahwa musik bisa menjadi alat propaganda.
Salah satu contoh nyatanya adalah ketika musisi membuat musik untuk pendamping kampanye para politisi -- menjadi salah satu simbol dari kampanye tersebut.
Ini pula yang dilakukan oleh Slank dalam beberapa tahun terakhir. Seperti saat Presiden Joko Widodo masih menjadi kontestan Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu. Ketika itu Slank ikut dalam penggubahan lagu "Salam Dua Jari" yang menunjukkan nomor urut pasangan Jokowi -- Jusuf Kalla.
Demikian pula saat Jokowi kembali mengikuti Pilpres 2019. Slank mempersembahkan lagu bertajuk #BarengJokowi.
Karena berada sejalan dengan pemerintah saat ini, di kalangan warganet Slank kerap mendapt julukan sebagai 'band pelat merah' atau 'band APBN', yang merujuk pada sesuatu yang dimiliki oleh pemerintah. Sehingga apapun keputusan pemerintah, 'band APBN' akan tetap manut kepada pemerintah dan minim kritik.
Julukan sebagai 'band pelat merah' pun kian tersemat pada Slank, setelah Menteri BUMN Erick Thohir menunjuk Abdee sebagai salah satu komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Nah mengapa musisi yang di masa mudanya cenderung meledak-ledak dan cenderung kritis, namun seiring bertambah usia, sudah tak lagi terlihat daya kritisnya dan cenderung 'main aman' dengan memilih sejalan dengan pemerintah?
Belum ada teori yang pasti soal hal ini. Namun para personil Slank dalam sejumlah wawancara yang terpisah jelang Pilpres 2014 silam, kompak mengakui bahwa mereka mendukung pemerintahan saat ini karena mengagumi sosok Presiden Joko Widodo, bahkan sejak pria asal Solo itu menjadi gubernur DKI Jakarta.
"Dia dekat dengan rakyat dan kebijakannya pun selalu berpihak pada rakyat," kata Kaka tahun 2014 lalu.
Sementara itu Bimbim menilai Jokowi tipikal pemimpin yang tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Sosoknya juga tegas.
Nyatanya, tak hanya di Indonesia, dalam jagad musik dunia fenomena musisi 'berubah haluan' pun ada.
Seperti Kanye West, musisi hip-hop asal Amerika Serikat. Di masa mudanya, musisi kelahiran Atlanta ini dikenal dengan lagu-lagu yang menyuarakan ketidakadilan yang dialami oleh kalangan Afrika-Amerika di negeri Paman Sam itu.
Namun Kanye kini dianggap kian konservatif dan condong kepada pemerintah.
Bahkan mantan suami Kim Kadarshian itu pernah mendekat ke kubu Presiden ke-45 Amerika Serikat  Donald Trump. Padahal Trump selama ini dikenal cenderung diskriminatif terhadap kalangan Afrika-Amerika.
Mungkin sejalan dengan bertambahnya usia serta posisinya sebagai band papan atas, para musisi ini tak lagi mengalami fase meledak-ledak daya kritis seperti saat masih muda dahulu. Mereka hanya ingin lebih menikmati hidup, fokus membangun generasi berikutnya, sambil tetap berkarya untuk menunjukkan eksistensi di dunia seni yang digeluti.
Walaupun demikian, saya tetap ngefans kok sama Bimbim dan kawan-kawan, apapun preferensi politik mereka. Bukankah berbeda itu indah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H