Saat ini, yang tak kalah penting dalam langkah audit keuangan pengelolaan persepakbolaan Indonesia, adalah konsistensi serta konsekuensi.
Konsistensi, berarti audit tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dan sebisa mungkin tidak ada lagi penolakan dalam unsur-unsur yang diaudit, seperti halnya pada zaman kepengurusan ketua umum Djohar Arifin dahulu. Kegagalan audit pada masa itu hendaknya dijadikan pelajaran berharga agar tidak terulang kembali di masa kini.
Maka dari itu, peran Erick Thohir sebagai sosok kunci dalam lokomotif transformasi sepak bola nasional saat ini haruslah sangat kuat. Ditambah lagi Erick sangat menguasai ilmu retorika, sebisa mungkin segala perkembangan audit dana persepakbolaan Indonesia disampaikan secara gamblang kepada publik, agar semuanya menjadi terbuka sejelas mungkin.
Semoga saja konsistensi tekad untuk mengaudit keuangan PSSI dan LIB bisa dilaksanakan dengan bertanggung jawab hingga tuntas. Jangan sampai rencana audit yang bertujuan mulia, justru berlanjut dengan resistensi dari sejumlah pihak ataupun orang-orang di dalam PSSI dan LIB itu sendiri, apalagi sampai menghasilkan drama yang berujung pada perpecahan pengelola sepak bola Indonesia seperti dahulu.
Kemudian soal konsekuensi, jikalau di kemudian hari dari hasil audit oleh auditor independen ditemukan penyalahgunaan dalam penggunaan dana-dana yang diterima PSSI maupun LIB, maka sepantasnya pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam penyalahgunaan tersebut menyadari apa yang harus dilakukan, dan jika memang mengandung konsekuensi secara hukum, maka tentu harus diproses sesuai aturan yang berlaku.
Di titik ini, saat ini, saya semakin sadar mengapa Indonesia belum saatnya menyelenggarakan Piala Dunia U-20. Di satu sisi, memang semestinya timnas Indonesia bisa lolos ke kejuaraan dunia melalui jalur kualifikasi, bukan lewat 'jalan pintas' menjadi tuan rumah.
Di sisi lain, ada hal penting yang harus segera menjadi perhatian bagi seluruh pemangku kepentingan persepakbolaan Indonesia, yakni transparansi keuangan. Ini lebih urgen untuk diurus ketimbang penyelenggaraan Piala Dunia, terlepas dari dana untuk persiapan penyelenggaraan yang sudah keluar tidak sedikit.
Wajar jika dalam surat pengumuman pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, FIFA juga menyinggung soal transformasi sepak bola Indonesia. Asumsi saya ya diam-diam FIFA pun ikut mengamati mengapa dana FIFA Forward yang mereka berikan seolah tak menghasilkan apa-apa di Indonesia.
Karena itu FIFA meminta pertanggung jawaban secara halus atas ketidakjelasan itu, melalui istilah transformasi sepak bola Indonesia. Istilah yang muncul pasca Tragedi Kanjuruhan dan ditegaskan dalam pertemuan Presiden FIFA Gianni Infantino dan Presiden Joko Widodo, awal Oktober tahun lalu.
Semoga saja, audit yang dilakukan terhadap keuangan PSSI dan LIB, tidak kemudian menjadikan satu (atau beberapa) orang terpaksa berurusan dengan hukum dan menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H