Alkisah, pada tahun 2011 Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin meminta bantuan lembaga Deloitte untuk mengaudit keuangan PT Liga Indonesia (PT LI) dan Badan Liga Indonesia (BLI). Namun saat itu PT LI menolak rencana tersebut, dengan dalih sudah ada auditor internal yang mengaudit.
Adapun Andi Darussalam selaku Ketua BLI saat itu juga mengatakan sudah ada auditor yang megaudit PSSI. Namun hasil audit hanya akan diserahkan pada pengurus PSSI periode 2007-2011 yang diketuai Nurdin Halid.
Deloitte pun batal mengaudit kedua lembaga tersebut, dan hanya bisa mengaudit keuangan PSSI yang dimulai pada periode sejak 3 Agustus 2011. Penolakan PT LI dan BLI iini pun membuat PSSI meradang.
Akibatnya, konflik antara pengurus PSSI pimpinan Djohar Arifin pun mencuat, dengan dicabutnya hak PT LI sebagai penyelenggara kompetisi oleh PSSI pada 22 Agustus 2011. PSSI pun menyatakan liga yang diakui adalah Indonesia Premier League (IPL) di bawah penyelenggaraan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS).
Akan halnya Deloitte memberikan laporan yang menunjukkan bahwa keuangan PSSI sangat buruk dan masuk kategori Unsatisfactory. Adapun pengeluaran yang diaudit oleh Deloitte mulai dari pembelian, proses pembayaran, penerimaan sponsor, donasi, dan lain-lain.
PT LI pun tak begitu saja pasrah haknya sebagai penyelenggara liga dicabut dan diserahkan pada perusahaan lain. PT LI tetap menjalankan Liga Super Indonesia (LSI) musim kompetisi 2001/2012, dan sejumlah klub yang sebelumnya bermain untuk LPI pun berpindah kompetisi ke LSI.
Lalu pada 18 Desember 2011, para anggota Executive Commitee (Exco) PSSI seperti Tony Aprilliani, Widodo Santoso, Sihar Sitorus, serta La Nyalla Mattalitti membentuk Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Alih-alih menyelamatkan, kehadiran komite ini justru memperuncing konflik di kepengurusan sepak bola Indonesia, apalagi pasca PSSI memberhentikan La Nyalla Mattalitti, Tony Aprilliani, Roberto Rouw, dan Erwin Dwi Budianto pada 27 Desember 2011.
La Nyalla pun kemudian menjadi ketua umum PSSI versi KPSI.
Singkat cerita, kisruh dualisme itu berakhir 'damai' pasca Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI 2013 memilih Djohar Arifin Husin sebagai ketua umum, dan La Nyalla sebagai wakil ketua umum.
Setelah itu, tidak terdengar lagi kabar yang mencuat  soal audit keuangan PSSI khususnya oleh pihak eksternal, meski ketua umum sudah berganti mulai dari Djohar Arifin, La Nyalla, Edy Rahmayadi, Djoko Driyono, Iwan Budianto, Mochammad Iriawan, hingga saat ini dijabat oleh Erick Thohir.
Nama yang terakhir ini pun terkaget-kaget dengan ketiadaan audit keuangan di lembaga yang dipimpinnya, pasca sadar PSM Makassar selaku kampiun Liga 1 tahun ini tak mendapat uang bonus juara. Erick menyatakan ada yang tidak beres dengan manajemen keuangan di PSSI maupun di PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penyelenggara Liga Indonesia, sehingga perlu dilakukan audit.