Iwan dianggap sedang bermain bayangan agar namanya seolah tak tersentuh dalam Tragedi Kanjuruhan, yang tentunya mau tak mau melibatkan Arema FC dan PSSI sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab masing-masing, atas tragedi yang telah memakan korban meninggal dunia 135 jiwa itu.
Karena itu, dalam berbagai aksi yang dilakukan oleh elemen masyarakat sepak bola di Malang, nama Iwan Budianto kerap disebut untuk dimintai pertanggungjawaban sebagai pimpinan dari Arema FC. Apalagi selama ini Iwan cenderung jarang muncul di publik dalam kapasitasnya sebagai direksi di Arema FC.
Dan dalam sebuah rilis yang dikeluarkan oleh manajemen Arema FC pertengahan bulan ini, Iwan Budianto disebut bakal pulang kandang usai tak lagi berkiprah di PSSI. Pria yang karib disapa IB ini disebut akan memimpin langsung proses pemulihan tim tersebut pasca-Tragedi Kanjuruhan.
Namun belum lagi muncul tindak lanjut atas pernyataan tersebut, unjuk rasa yang berakhir ricuh pun pecah di depan Markas Arema FC pada hari Minggu kemarin. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya, yang salah satunya tuntutannya yakni agar Arema FC mundur dari kompetisi, sebagai bentuk tanggung jawab moral atas Tragedi Kanjuruhan.
Buntut peristiwa unjuk rasa ricuh kemarin, kepolisian pun telah menahan 107 orang untuk dimintai keterangan. Adapun Komisaris AABBI Tatang Dwi Afrianto dalam pernyataannya menyebut situasi saat ini memang kurang kondusif untuk klubnya. Karena ini Tatang mengisyaratkan bisa saja Arema FC membubarkan diri seandainya situasi ke depan semakin berat.
Namun Tatang menyatakan dalam menentukan keputusan mengenai nasib klub harus mengumpulkan dan mendengarkan banyak pihak terlebih dahulu?
Tapi sekali lagi, pernyataan tersebut baru muncul dari seorang komisaris, bukan dewan direksi yang notabene merupakan pengurus harian klub. Lazimnya, tentu keputusan mengenai masa depan klub seyogianya dikeluarkan oleh pengurus klub, kecuali apabila Tatang memang diplot menjadi satu pintu informasi publik mengenai Arema FC.
Yang jelas, dengan munculnya pernyataan kemungkinan pembubaran tersebut ke depannya bukan tak mungkin akan menjadi bola salju yang terus menggelinding dan membesar.Â
Setidaknya hingga IB ataupun direksi Arema FC muncul di publik dan mengeluarkan pernyataan yang bisa menekan potensi membesarnya bola salju tuntutan pembubaran itu.
Kehadiran direksi Arema FC di depan publik dan menentukan keputusan terbaik, juga niscaya akan meredam api unjuk rasa yang selama ini selalu berkobar di kalangan suporter di Malang. Tak kalah penting adalah tindakan merangkul suporter juga harus dilakukan oleh direksi Arema FC.Â
Setidaknya untuk membuktikan bahwa direksi dan suporter adalah elemen yang saling membutuhkan dalam persepakbolaan Indonesia yang sudah sakit kronis ini.