Sebagai gambaran, tiap-tiap tim konstestan Liga 1 harus menyelesaikan 6-7 pertandingan, untuk menuntaskan putaran pertama. Dengan makin mundurnya jadwal sisa pertandingan, tentu akan semakin padat jarak antara dimulainya jadwal kompetisi dengan jadwal pelaksanaan Piala AFF.
Tentu ini akan menjadi kurang baik bagi pemulihan kondisi pemain di antara jadwal bertanding.
Entah bagaimana nanti jalan keluarnya, yang jelas kepastian kapan bergulirnya kembali kompetisi Liga 1 ini tentu menjadi hal yang sudah dinanti oleh para stakeholder sepak bola Indonesia, setelah kompetisi dihentikan usai Tragedi Kanjuruhan.
Kejelasan kompetisi ini juga akan menjadi tolok ukur bagi LIB---dan juga pihak-pihak terkait---untuk menunjukkan perbaikan sistem pelaksanaan kompetisi di Indonesia.
Sekali lagi saya katakan, Tragedi Kanjuruhan merupakan 'ledakan bom waktu' atas karut-marutnya pengelolaan dan pelaksanaan pertandingan sepak bola di Indonesia. Dan sangat memilukan ketika kita sadar bom waktu itu meledak dan merenggut nyawa 135 korban jiwa.
Karena itu, sungguh keterlaluan jika saya, anda, kita semua tak mengambil pelajaran mahal dan berharga dari Tragedi Kanjuruhan.
Jangan sampai reformasi, transformasi, atau apapun istilahnya di sepak bola kita, hanya menjadi wacana normatif, tanpa variabel dan ukuran keberhasilan yang jelas dan rinci. Kalau sampai perbaikan ini justru terabaikan, bukan tak mungkin pertandingan sepakbola suatu saat bukan menjadi hiburan, namun menjadi kuburan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H