Lamunanku tersentak oleh getaran ponsel di saku celana. Ternyata nomor dan nama bapakku-lah yang muncul di layar.
 "Assalamualaikum, Pak," dering teleponku kujawab juga dengan setengah mengantuk.
"Waalaikum salam Rendi. Sehat, Nak?"
"Alhamdulillah Rendi sehat wal afiat, Pak. Gimana ibu dan adik-adik sehat semua kan?
"Alhamdulillah sehat-sehat juga."
 "Pak. Maafin Rendi. Tahun ini Rendi nggak bisa pulang lagi." Dengan berat hati, akhirnya kukatakan juga.
"Oh nggak bisa pulang lagi? Ya udah"
"Maaf ya Pak. Soalnya Rendi mesti gantiin Irwan yang bapaknya baru aja meninggal. Jadinya tahun ini nggak bisa mudik Pak.
"Yo wis gak popo Le. Sing penting awakmu sehat nang kono. Posone jok sampek mokel lho yoo" (Ya udah nggak apa apa Nak. Yang penting kamu sehat di sana. Puasanya jangan sampai nggak tamat lho yaa)
"Iya pak. Salam buat Ibu, adik-adik, tetangga. Sama Shabrina juga"
"Lha iya, Shabrina nanyain kamu juga Nak. Kamu nggak kangen dia, apa?"