Karena DNA memang secara alami mudah ditemukan diberbagai bagian tubuh kita. DNA sejatinya ada dalam sel-sel tubuh, yang jenisnya beragam. Ada sel darah, sel kulit, sel rambut atau bahkan sel sperma. Semua sel memiliki DNA di inti sel (nucleus) nya, yang pada manusia dikemas dalam sebuah struktur bernama kromosom. Â Jadi keberadaan sel pelaku adalah prasyarat untuk bisa menjejak DNA pelaku di tubuh korban.
Ini tidak begitu susah jika memang "kontak fisik" terjadi dengan intensitas tinggi. Sel darah bisa muncul jika pelaku terluka saat kejadian dan darahnya terciprat ke tubuh korban. Ini bisa di isolasi. Sel kulit bisa didapat dari sisa-sisa keringat pelaku yang ada di tubuh korban, karena umumnya sel kulit akan terbawa dalam keringat. Sel rambut bisa didapatkan jika ada potongan rambut, meskipun cuma sehelai, yang tertinggal di tubuh korban. Sel sperma pelaku kemungkinan besar didapatkan pada korban pemerkosaan. Bahkan dalam air liur pelaku yang tertinggal, kita bisa mendapatkan sel mukosa mulut yang terbawa. Didalamnya jelas ada DNA.
Begitu sel pelaku berhasil "dipindahkan" dari tubuh korban, maka DNA dengan mudah bisa diekstrak dengan berbagai bantuan bahan kimia dan alat sederhana yang ada di laboratorium. Prinsipnya simpel saja, sel tersebut harus dipecah dengan merusak membran pelindung sel dan inti sel (lysis) sehingga DNA dalam kondisi bebas. Setelah itu, barulah perburuan identitas si pemilik DNA tersebut dimulai.
Bagaimana "perburuan" tersebut berjalan? ini cerita yang lain, tentu saja.
[caption id="attachment_221741" align="alignright" width="300" caption="http://chemistry.tutorvista.com"]
Dan sekarang mungkin anda akan faham kalau disodorkan sekuens DNA berupa GCTATTGA. Artinya ruas tersebut tersusun dari 8 basa yang terdiri dari basa1 berupa guanine, disambung dengan cytosine, dilanjut dengan thymine, adenine, thymine, thymine, guanine dan diakhiri dengan adenine. Sekuens itu hanya menggambarkan satu untai saja. Bagaimana dengan untai kedua? mudah saja, karena anda tahu apa pasangan spesifik dari masing-masing basa tersebut. Sekuens untai keduanya adalah CGATAACT. Dan untuk simplifikasi, sekuens DNA cukup ditulis dari satu untai saja karena sekuens untai keduanya bisa secara mudah kita duga dari sekuens pertama.
Informasi dasar ini perlu kita ketahui karena dasar pencocokan informasi DNA dari sel yang menempel ditubuh korban prinsipnya mengacu pada informasi sekuens ini.
Lebih dari satu dekade silam, proyek penelitian terbesar di planet bumi, mensekuens urutan basa di genome manusia, rampung. Ada lebih dari 3 milyar basa yang menyusun untai panjang genome manusia. Dan yang paling menarik adalah, kesamaan runutan basa antara satu orang dengan orang lain mencapai  99.9% ! Saya dan anda hanya memiliki perbedaan 0.1% dari pola runutan basa dalam genome kita.
Artinya, meskipun kita berhasil memperoleh sel pelaku dari tubuh korban. Kemudian berhasil mengekstrak DNA-nya atau bahkan menskuens sempurna, hasilnya akan diperoleh 99.9% mirip dengan DNA si korban itu sendiri. Mencari perbedaan 0.1% dari 3 milyar basa tentu bukan hal yang mudah. Dan uji forensik DNA sejatinya adalah menjejak sisa 0.1% yang berbeda tersebut. Karena masing-masing kita memiliki keunikan dalam 0.1% sekuens kita. Orang kembar siam sekalipun, akan menunjukan perbedaan di runutan sekuens ini. Mirip dengan sidik jari setiap manusia yang sangat unik satu sama lainya. Sisa 0.1% sekuens genome kita sangat unik satu sama lain, maka acap kali disebut dengan genetic/DNA finger printing. Analisa DNA fingerprinting ini sendiri dinamakan dengan DNA profiling. Dan DNA profiling ini yang dilakukan para tim forensik untuk menjejak pelaku kejahatan.
Dalam DNA profiling, bisa saja tim forensik mensekuens seluruh untai DNA yang mereka dapatkan, kemudian dicocokan dengan sekuens seluruh DNA si pelaku. Akan ketemu kecocokannya, terutama wilayah 0.1% tersebut.