"Alhamdulillah baik Ris, gimana perkembangan pekerjaan kamu? Aku dengar dari teman lain kalau kamu sekarang jadi motivator ya?"
"Iya Mil, motivator pendidikan, tapi sekarang semuanya serba virtual, agak sulit pertemuan langsung, efek pandemi" jelas Daris.
"Setidaknya ada manfaat yang bisa diberikan kan, terlepas dari pandemi. Kalau kamu gimana Bil?"
"Saya sekarang WFH mil, digital marketing produk herbal. Alhamdulillah sejauh ini lancar sih, semoga keadaan kembali seperti dulu lagi," ujar Nabil penuh harap.
"Insya Allah keadaan akan selalu membaik setiap harinya Bil, karena hari esok, harus lebih baik dari hari ini kan?" Kamilah menegaskan. "Setiap kejadian kan pasti ada hikmahnya, mungkin pandemi ini jga hal baik bagi sebagian orang, dan tentu saja bagi kita. Sekarang bagaimana kita menyikapi saja, apakah kita akan terus mengeluh tanpa berbuat, atau terus berusaha dan berinovasi memberikan manfaat kepada lingkungan kita?" imbuh Kamilah sambil tersenyum.
Nabil dan Daris mengiyakan dan setuju dengan apa yang dikatakan Kamilah. Mereka bertiga mengingat kembali perbincangan 8 tahun silam. Obrolan tentang masa awal pandemi, dimana banyak orang yang menutup tokonya, menyudahi usahanya yang baru buka, atau perusahaan yang ramai memangkas jumlah pegawainya. Semua itu semacam stimulus untuk bergerak lebih cepat, berpikir lebih cepat dan bertindak lebih cepat. Pasti ada yang tertinggal, atau sulit mengejar ketertinggalan, disitulah tugas mereka, generasi corona, setidaknya itu yang kerap diucapakan masyarakat untuk melabeli angkatan atau generasi yang tumbuh kembang di masa pandemi corona, untuk merubah dan mengembangkan kondisi yang sebelumnya penuh paranoid terhadap pandemi, menjadi lebih bijak dalam menyikapi pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H