Kapal Induk dengan Kekuatan Sistem Tempur yang Handal dan Sangat Maju Memang Sudah Dibuat oleh Negara-negara dengan Ekonomi yang Kuat. Â Apakah Indonesia Juga Perlu Membuatnya?
Negara yang memiliki kapal induk memang belum banyak. Selain Amerika Serikat, beberapa negara lain seperti Russia, Jepang, dan Inggris, ada juga negara-negara lain yang mulai mempergunakannya, yaitu RRT dan Korea Selatan.Â
Dengan mempergunakan kapal induk dan segenap perlengkapan perangnya maka negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang besar itu juga dapat mempengaruhi banyak negara lainnya.Â
Bahkan tidak jarang bahwa dengan menunjukkan kapal induk sebagai taring besar di dalam suatu pertempuran laut maka negara-negara kecil tentu sudah akan lebih dulu menyerah sebelum berperang.Â
Untuk melawan pastilah hanya akan mendatangkan kerugian yang jauh lebih besar, baik dalam bentuk kehilangan tentara maupun hancurnya alat-alat pertahanan.
Contoh nyata yang saat ini sudah tampak di depan mata yaitu berkenaan dengan ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS).Â
Selain adanya kehadiran kapal induk yang dimiliki oleh RRT, yang dianggap perlu untuk mewujudkan klaim bahwa 90% wilayah LCS adalah daerah kekuasaan yang diwarisi sejak dulu.
Serta dengan tujuan memguasai semua sumber mineral yang terkandung di bawahnya, segi politik juga sudah diterapkan, sehingga negara-negara di sekitarnya juga telah takut untuk melakukan perlawanan.
Ketegangan juga semakin besar, karena armada kapal perang Amerika Serikat, yang dibayangi dengan pengerahan kapal induknya, juga sudah selalu ditempatkan dan turut digerakkan mondar-mandir disana dengan tujuan semata-mata untuk membuat keseimbangan kekuatan militer di kawasan LCS. Â
Di tengah ketegangan yang terus terjadi di antara angkatan laut RRT yang disebut dengan nama satuan PLA, yang selalu berhadapan dengan kapal-kapal perang Amerika Serikat, bahkan sering menjadi terasa menegangkan, tentu saja ada reaksi yang berbeda-beda.Â
Bahkan ketika ada tekanan yang makin besar, termasuk ancaman untuk mengadakan eksplorasi, dimana Indonesia juga turut mendapat dampak yang merugikan, maka untuk hal tersebut perlu juga untuk secara politik menamakan bagian laut di wilayah selatan LCS dengan sebutan Laut Natuna Utara di tahun 2019.
Demi melihat contoh ketegangan di LCS itu, maka di dalam negeri juga sudah banyak diperdebatkan agar Indonesia juga perlu membuat kapal induk, sehingga akan menjadi faktor penyeimbang.Â
Setidaknya, jika Indonesia juga dapat menghadirkan kapal induk di pangkalan terpadu di kepulauan Natuna maka RRT tentu tidak akan meremehkan kekuatan angkatan laut yang akan menghadang di sisi selatan.
Sedangkan yang membayangi kapal-kapal induk Amerika Serikat di sekitar Filipina di sisi timur maupun kapal-kapal lain dari Jepang dan Korea Selatan yang berada di sisi utara.Â
Dalam segenap perbincangan ke arah keseimbangan itu maka PT PAL di Surabaya sampai sejauh inipun sudah mampu juga untuk membuat kapal yang cukup besar dan dapat disebut juga sebagai kapal induk mini, dengan bobot mencapai 30.000 DWT dan mampu membawa 4-5 helikopter maupun pasukan sebanyak 450 orang.Â
Jenis kapal ini disebut dengan nama LPD, Landing Platform Deck, dengan panjang sekitar 130m. Untuk ALRI sendiri sudah menggunakan hasil karya PT PAL itu, satu di antaranya telah dijadikan sebagai kapal rumah sakit.Â
Negara Filipina sudah menggunakan 2 buah kapal sejenis itu tetapi dengan fungsi yang dirubah agar lebih sesuai dengan kebutuhan khas, yaitu untuk menolong warga masyarakat yang tinggal di pulau2 kecil.Â
Bahkan sejauh ini sudah ingin menambah dengan 2 kapal jenis LPD. Negara Arab Saudi bahkan juga sudah memesang dengan bobot yang lebih besar dan panjangnya mencapai sekitar 160m. Jadi, potensi untuk membuat kapal induk tentu saja sudah dapat.Â
Namun demikian, untuk Indonesia yang sejauh ini tetap konsisten dengan tujuan hidup berbangsa dan bernegara yang mengutamakan terwujudnya perdamaian dan keadilan, baik di dalam negeri maupun luar negeri, pembuatan kapal induk tentulah bukan pilihan yang tepat.Â
Di samping itu, besarnya anggaran yang akan dihabiskan untuk pembuatan dan pemeliharaannya, tentu juga menjadi pertimbangan prioritas agar kesejahteraan warga masyarakat dapat lebih dulu diusahakan.Â
Walaupun demikian bukan berarti bahwa Indonesia akan mengabaikan strategi pertahanan nasional yang tepat untuk disesuaikan dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, termasuk dalam menghadapi ketegangan di LCS.Â
Lihat juga video di sini:
Posisi strategis dalam kekuatan ekonomi  yang bertumbuh cepat dalam rangka memberdayakan sumber daya alam maupun tenaga kerja yang dimilki Indonesia pada saat ini tentu akan menjadi cara alternatif dalam memperlihatkan kekuatan Indonesia yang tidak dapat dipandang remeh.Â
Terlebih dari itu, kekuatan diplomatik yang sampai sejauh ini telah selalu dipertahankan dengan berpegang pada azas tidak berpihak (non-blok), pada kenyataannya justru dapat menjadi bentuk pertahanan lain yang tidak mudah untuk diabaikan begitu saja.
Di atas semua itu juga ada banyak pertimbangan tambahan lain yang jauh lebih menguntungkan untuk pengalihan dana pembuatan kapal induk, terutama yang terkait dengan pembangunan sistem ketahanan pangan dan energi di dalam negeri, apalagi dalam kaitannya dengan krisis di Eropa dan perlunya mencadangkan untuk kurun waktu tertentu.Â
Pada intinya, dengan menggunakan kekayaan alam yang ada dan sudah dapat terintegrasinya sejumlah pabrik pembuat alutsista di dalam negeri.
Apalagi sudah diperkuat dengan program hilirisasi industri pengolahan bahan-bahan tambang, maka akan segera dapat dirasakan azas manfaat bagi segenap penduduk Indonesia, dimana kondisi aman dan tenteram dapat terwujud di sepanjang waktu.Â
Jadi, sistem pertahanan Indonesia secara praktis memang belum perlu menggunakan kapal induk yang mempunyai konsekuensi penyedotan anggaran negara yang sedemikian besar.Â
Pengalihan dana untuk pencukupan kebutuhan anggaran pembangunan di berbagai sektor lain tentulah secara praktis juga jauh lebih bermanfaat dalam mewujudkan "kapal induk" kesatuan Indonesia.
Sebagai sebuah negara yang sedang melaju bertumbuh sebagai sebuah negara yang lebih mantap dalam menjaga martabat sebagai pecinta damai dan menghadirkan kesejahteraan bagi segenap warga negaranya, bahkan berguna untuk menolong juga negara-negara lain yang perlu mendapatkan kondisi kesejahteraan.
Jika masih ada orang-orang yang menganggap bahwa program pembangunan pada saat ini, yang tidak kalah dari angan-angan untuk membuat kapal induk.
Namun, sebaiknya justru dapat mengemukakan pendapat tsb dengan cara yang baik, bukan dengan cara melakukan demonstrasi atau bahkan melakukan sabotase yang mengganggu keamanan masyarakat.
Ingat: Bersatu kita teguh, bercerai akan runtuh! NKRI harga mati!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H