Kamu mengurai kejadian malam itu dengan jelas. Â Kamu membiarkanku mengetahui semua kondisi ibumu saat itu, tentang pesakitannya, tentang kekhawatiranmu, tentang lelahmu yang tidak nyenyak tidur. Kamu membiarkanku mengerti betapa kamu tidak ingin kehilangan wanita tangguh yang sedang berjuang melawan penyakitnya itu.
Tapi dalam hati kecil kamu percaya bahwa Tuhan akan menyembuhkan sakit ibumu. Kamu yakin akan kekuatan doa dan memintaku untuk membantu berdoa. Dan, it works, keesokan hari nya kamu memberi kabar bahwa ibumu sudah melewati masa kritis dan kembali pulang ke rumah.
Terima kasih, aku tahu sejak awal, kamu orangnya baik, masha Allah, aku belum pernah melihatmu tapi aku bisa merasakannya.Â
Kamu kesini.
Aku benci terbang. Jangankan ke Indonesia, ke Maroko ke rumah ayahku saja aku tidak berani, padahal naik pesawat hanya satu setengah jam dari sini. Â Kamu saja yang kesini!
Untuk saat ini aku belum bisa kesana, dan tau sendiri kan dalam agama kita sebaiknya pria dulu yang mendatangi keluarga wanita.Â
(Sticker jempol) Ya, kamu benar. Andai kamu disini.
Aku pun berharap kamu disini.
Okey, kita bicara lagi nanti ya, aku harus tidur, disini sudah jam 3 pagi.
****
Cling!!! Kamu.