Penggunaan energi bersih akan menjadi tren di masa depan. Indonesia yang memiliki segudang sumber daya alam terbarukan harusnya bisa memanfaatkan ini untuk menopang kebutuhan energi masyarakat.
Praktik penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) sebenarnya sudah banyak dilakukan di beberapa daerah. Meskipun skalanya masih kecil, tetapi itu bisa menjadi inspirasi sekaligus pijakan awal untuk mengembangkannya secara masif.
Salah satu yang bisa dijadikan contoh adalah penggunaan tenaga surya dan angin di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Masyarakat di sini mampu memenuhi kebutuhan energi listriknya secara mandiri dengan memanfaatkan energi baru terbarukan berbasis sinar matahari dan angin melalui teknologi yang disebut "Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH)".
Awalnya warga di Dusun Bondan ini kesulitan listrik selama berpuluh tahun. Musababnya kondisi geografis tempat tinggal mereka cukup susah untuk dijangkau.
Betapa tidak, Dusun Bondan ini dikelilingi perairan Segara Anakan. Untuk menuju ke sana harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dengan perahu mesin dari Dermaga Sleko, Cilacap.
Penyambungan listrik melalui cara konvensional pun rasanya sulit dan tidak mungkin. Untuk itu, masyarakat mulai berpikir untuk memanfaatkan sumber daya energi yang tersedia di kawasan tersebut.
Kebetulan daerah di sana "kaya" dengan angin dan pancaran sinar matahari. Maka sudah tepat bila pilihannya jatuh pada penggunaan energi baru dan terbarukan. Gayung pun bersambut.
Keinginan membuat instalasi listrik mandiri tersebut ternyata diketahui oleh Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. Dan, perusahaan BUMN Migas itu bersedia untuk memfasilitasinya.
Bermula dari bantuan berupa instalasi Hybrid Electric One Pool (HEOP) di beberapa rumah, masyarakat kemudian berhasil mengembangkan 5 kincir angin dan 24 panel surya pada tahun 2017.
Instalasi listrik tersebut menghasilkan daya sebesar 12.000 WP (Watt Peak). Ini merupakan kapasitas watt tertinggi yang dihasilkan dari sistem pembangkit tenaga surya.
Bahkan, tahun ini masyarakat Dusun Bondan sudah bisa mengembangkan PLTH dengan kapasitas listrik 16.200 WP.
Menariknya, tak hanya untuk penerangan saja, kehadiran PLTH tersebut juga membawa manfaat lain. Misalnya, berguna untuk mengoperasikan alat desalinasi, yakni semacam alat pengubah air payau menjadi air tawar, dengan kapasitas 240 liter per jam.
Berkat itu kebutuhan air bersih masyarakat pun bisa terpenuhi. Karena hasil pengolahan air tersebut bisa dimanfaatkan oleh 78 kepala keluarga serta 1 rumah produksi UMKM pesisir.
Listrik dari PLTH juga dapat digunakan untuk mengoperasikan aerator tambak bagi kelompok nelayan. Alat ini berguna untuk menggerakkan air di dalam akuarium, kolam, atau tambak, agar kaya kandungan oksigennya, sehingga panen ikannya bisa maksimal.
Hebatnya lagi, dengan kapasitas listrik mandiri sebesar itu, masyarakat setempat telah berhasil menurunkan emisi hingga 1,1 ton equivalent (Eq) CO2 karena menggunakan sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Maka sudah pantas bila Dusun Bondan ini akhirnya dinobatkan sebagai kawasan dengan energi bersih, dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Energi di Jawa Tengah selama 2 tahun berturut-turut.
Inilah capaian yang patut dibanggakan dari penggunaan energi baru dan terbarukan dalam sebuah komunitas masyarakat.
Pertamina sebagai inisiator program tersebut mengakui bahwa hadirnya PLTH atau sumber energi alternatif seperti di Dusun Bondan itu memang sangat bermanfat bagi masyarakat di kawasan terpencil. Dengan memanfaatkan sumber energi yang tersedia, mereka tak perlu bingung dengan akses dan jarak geografis.
Misi tersebut selaras dengan semangat Pertamina untuk menghadirkan akses energi yang merata, terjangkau, murah, dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
Apalagi penggunaan "energi bersih" berbasis EBT akan menjadi kebutuhan dunia. Hal itu bagian dari mitigasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Pertamina sebagai perusahaan migas nasional pun menyadari pergeseran paradigma ini.
Ditambah tren permintaan minyak akan terus menurun tajam. Dengan batasan suhu dari pemanasan global maksimal 2 derajat, maka permintaan minyak dunia diprediksi akan menurun dari 110 juta barel per hari (bph) menjadi sekitar 65-73 juta bph.
Melihat tren tersebut, Pertamina akan melakukan sejumlah transisi energi ke depan. Yang paling utama adalah mendorong penggunaan EBT sebagai salah satu sumber energi masyarakat.
Kita tentu saja patut untuk mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan Pertamina di Dusun Bondan di atas. Langkah kecil untuk menginisiasi program PLTH di sana telah membawa transformasi yang positif.
Dari kisah ini pula kita bisa belajar bahwa transisi ke arah "energi bersih" berbasis EBT terbukti telah membawa manfaat yang luas bagi masyarakat. Inilah yang harus dikembangkan selanjutnya, dan menjadi kompas bagi arah sumber energi kita di masa depan.
Setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H