"Bodoh si Angga!"
Aku segera menyusul, berlari menaiki tangga. Tidak peduli meski itu sangat melelahkan. Aku harus cepat!
Kalian tau hal terduga apa yang dulu pernah terjadi saat ia masih SMP?
Kudobrak pintu gudang yang terkunci dari dalam. Kulihat pemandangan yang hampir sama seperti dulu ....
Seorang lelaki yang tergeletak tak berdaya dengan wajah penuh memar dengan hidung berdarah. Sedangkan Ani tengah meremas tangan, seperti sudah tidak sabar untuk memukul, kulihat matanya ada api emosi yang membakar kuat.
"Kau benar Arya, pacar juga berbahaya," ucap Ani yang terdengar seram di telingaku.
Sementara itu, Angga yang sudah tergeletak lemas malah meraih kakiku dan memohon untuk menolongnya. Tetapi, aku tidak terlalu memperdulikan itu. Karena mataku tertuju pada rok Ani yang sedikit robek. Aku yakin sebelumnya terjadi sesuatu. Ani tidak akan semarah itu jika Angga tidak macam-macam.
"Hiiiaaattt!!" Ani berteriak, bersamaan dengan kepalan tangannya yang akan memukul Angga.
Tepat sebelum kepalan tangannya sampai di wajah Angga, aku menahan pergelangan tangan Ani. "Cukup An," kataku.
"Sepertinya Angga sudah tidak bisa lagi melawanmu," kataku, lalu aku bertanya, "kau tidak apa-apa?"
Kulihat mata Ani mulai berkaca, tak butuh waktu lama untuk melihat dia menangis seperti anak kecil. Aku menarik tangannya, lalu memeluknya. Ani makin terisak.