Aku melangkah menghadang mereka yang naik motor saat akan keluar dari gerbang. "Ngapain si, nih anak, minggir!" ucap Angga.
"Turun!" Aku menarik lengan Ani.
"Heh! Ngapain?! Ani pulang denganku. Ayo Ani, nagapain pulang naik angkot bareng dia." Angga juga menarik tangan Ani yang satunya.
"Kalian ngapain si, kan sakit," keluh Ani, lalu tanganku dan Angga terlepas.
"Kak Angga juga kenapa bohong, kan kakak yang menyuruhku pulang bareng kakak, bukan karena Ani yang mau pulang baeng," kata Ani, aku tersenyum tipis mendengarnya. Merasa memang.
"Aku pulang bareng Arya aja deh, kakak tukang bohong, Ani gak suka!" ucap Ani, lalu menarikku dan kami akhirnya pulang bareng lagi.
"Sial!" ucap Angga yang masih terdengar di telingaku.
Sepanjang jalan Ani diam. Baru kali ini dia seperti itu, biasanya bawel tidak tertolong sepanjang. Â Lalu, aku memutuskan membuka percakapan.
"An, ngapain si, kamu pacaran sama Angga? Dia kan, anak bandel!"
Dengan menunjukkan wajahnya yang polos dia menjawab, "Angga yang minta, waktu itu dia bilang, pacaran yuk, ya aku iyain aja."
"Kan cuma cinta yang kata kamu berbahaya, jadi kalo pacaran gak bahaya, kan?"