"Jangan-jangan kita dibohongi Tuti selama ini. Sesajen kita habis mungkin saja Tuti yang makan. Dia kan, miskin, rumahnya saja yang di pinggir kuburan itu cuma gubuk reot. Pastilah dia tidak bisa mencari makan. Kalian tidak liat, badannya yang kurus itu?" kata salah satu  si pencari pesugihan.
"Apa betul begitu?" tanya yang lain.
"Mungkin saja. Aku sudah curiga sejak pertama kali mencari pesugihan di sini."
"Baiklah, jika memang seperti itu, aku punya usul."
Setelah mendengarkan usul, mereka lalu pulang. Tetapi, itu hanya pura-pura. Ketika sudah dikira cukup jauh, mereka mencari semak-semak, lalu bersembunyi.
Setengah jam kemudian, Tuti muncul. Dia tertawa bahagia melihat banyak sesajen yang ada di bawah pohon. Wanita itu segera mengambil sesajen yang bisa dimakan. Kemudian membawanya ke rumah.
Melihat hal itu, para pencari pesugihan itu merasa dipermainkan. Marahlah mereka sudah dibohongi dan dibodohi.
Merasa tidak terima, mereka lalu menghampiri rumah Tuti dengan membawa satu drigen minyak tanah yang dibeli di warung warga setempat dan korek api. Sampai di sana orang-orang haus harta itu berteriak, menyuruh Tuti keluar. Namun, perempuan yang mereka tunggu tak kunjung keluar, bahkan sama sekali tidak menjawab panggilan mereka.
Hingga akhirnya, mereka sepakat untuk menyiram rumah Tuti dengan minyak tanah. Tidak peduli ada wanita itu di dalam atau tidak. Kemudian mereka mulai membakar rumah wanita paruh baya itu.
Puas dengan kobaran api, mereka lalu tertawa bisa membalas perbuatan Tuti. Dan mereka tidak lagi mempercayai wanita itu.
Tak lama seseorang muncul. Lelaki tua membawa cangkul. Dia Pak Rudi, tukang gali kubur. Pagi itu dia datang untuk menggali kuburan seseorang yang baru saja meninggal. Dia heran kenapa rumah Tuti dibakar.