Di suatu desa ada kuburan yang dikatakan sangat keramat. Warga setempat bilang, pohon beringin tualah yang membuat kuburan tersebut sangat angker. Jangankan malam, siang hari pun tempat itu terlihat menakutkan. Oleh karena pohon tua itu, yang katanya sudah berdiri seratus tahun, keramat pula, banyak warga dari luar daerah yang ingin kaya mendadak melakukan pesugihan di sana.
Setiap malam selasa kliwon, di sekitar pohon itu selalu di kelilingi banyak sesajen dan bau kemenyan. Dan setelah malam itu pula, seorang wanita kurus, dengan tampilan lusuh selalu muncul di subuh hari untuk mengambil beberapa jenis sesajen yang berupa makanan dan minuman. Lantas, membawanya pulang.
Dan setelah subuh, saat matahari mulai menyingsing, warga yang melakukan pesugihan selalu datang kembali ke pohon keramat. Untuk melihat apakah sesajen mereka sudah hilang atau masih ada. Mereka mengira setiap sesajen yang hilang itu berarti permintaan mereka akan dikabulkan. Meski sebenarnya sudah berkali-kali mereka meletakkan sesajen tetap saja belum ada satu pun yang terkabul.
Kemudian, Tuti muncul saat para pencari pesugihan itu bingung. Selama ini memang wanita itu dikenal sebagai juru kunci pohon tersebut. Hanya dia yang katanya bisa berkomunikasi  dengan penunggu pohon beringin.
"Mereka bilang, sesajen yang kalian bawa tidak memenuhi syarat," kata Tuti.
Lalu salah satu dari si pencari pesugihan membela diri. "Tapi sesajen kami sudah seperti yang kau katakan, Tut. Bagaimana mungkin itu kurang?"
"Penghuni pohon ini bertambah," kata Tuti.
"Baiklah, malam selasa kliwon berikutnya kami akan memenuhi semua syarat."
Tuti tersenyum simpul, lantas dia pamit pergi.
Malam Selasa kliwon berikutnya para pencari pesugihan datang lagi dengan membawa sesajen seperti yang Tuti sebutkan. Dan malam itu di sekeliling pohon sudah seperti prasmanan orang menikah. Namun, malam itu juga mereka sepakat, untuk menunggui sesajen yang dibawa sampai subuh. Mereka ingin tahu seperti apa penunggu pohon besar itu, meski sempat ketakutan tetapi mereka tetap akan melakukannya.
Setelah menunggu sampai subuh, ternyata tidak ada penunggu pohon yang dimaksud oleh Tuti, tidak ada setan atau jin yang keluar memakan sesajen yang mereka bawa.
"Jangan-jangan kita dibohongi Tuti selama ini. Sesajen kita habis mungkin saja Tuti yang makan. Dia kan, miskin, rumahnya saja yang di pinggir kuburan itu cuma gubuk reot. Pastilah dia tidak bisa mencari makan. Kalian tidak liat, badannya yang kurus itu?" kata salah satu  si pencari pesugihan.
"Apa betul begitu?" tanya yang lain.
"Mungkin saja. Aku sudah curiga sejak pertama kali mencari pesugihan di sini."
"Baiklah, jika memang seperti itu, aku punya usul."
Setelah mendengarkan usul, mereka lalu pulang. Tetapi, itu hanya pura-pura. Ketika sudah dikira cukup jauh, mereka mencari semak-semak, lalu bersembunyi.
Setengah jam kemudian, Tuti muncul. Dia tertawa bahagia melihat banyak sesajen yang ada di bawah pohon. Wanita itu segera mengambil sesajen yang bisa dimakan. Kemudian membawanya ke rumah.
Melihat hal itu, para pencari pesugihan itu merasa dipermainkan. Marahlah mereka sudah dibohongi dan dibodohi.
Merasa tidak terima, mereka lalu menghampiri rumah Tuti dengan membawa satu drigen minyak tanah yang dibeli di warung warga setempat dan korek api. Sampai di sana orang-orang haus harta itu berteriak, menyuruh Tuti keluar. Namun, perempuan yang mereka tunggu tak kunjung keluar, bahkan sama sekali tidak menjawab panggilan mereka.
Hingga akhirnya, mereka sepakat untuk menyiram rumah Tuti dengan minyak tanah. Tidak peduli ada wanita itu di dalam atau tidak. Kemudian mereka mulai membakar rumah wanita paruh baya itu.
Puas dengan kobaran api, mereka lalu tertawa bisa membalas perbuatan Tuti. Dan mereka tidak lagi mempercayai wanita itu.
Tak lama seseorang muncul. Lelaki tua membawa cangkul. Dia Pak Rudi, tukang gali kubur. Pagi itu dia datang untuk menggali kuburan seseorang yang baru saja meninggal. Dia heran kenapa rumah Tuti dibakar.
"Kalian pasti mencari pesugihan di pohon beringin tua itu, iya kan?" tanya Pak Rudi.
Para pencari pesugihan itu saling tatap, awalnya tidak ingin mengakui tetapi akhirnya mereka mengiyakan dengan embel-embel jika Tuti sudah menipu mereka dengan mengaku sebagai juru kunci pohon beringin tersebut.
Pak Rudi lalu menggelengkan kepala. "Kalian seharusnya berpikir sebelum bertindak."
"Apa urusanmu, Pak Tua! Tidak usah ikut campur!" seru salah satu dari mereka.
Para pencari pesugihan memutuskan pergi meninggalkan lelaki tua itu. Lantas, Pak Rudi berseru kepada mereka. "Tuti sudah meninggal gantung diri di pohon beringin itu, dan kuburannya ada di dalam rumah gubuk yang kalian bakar!"
Langkah mereka lalu terhenti oleh ucapan Pak Rudi, hampir bersamaan menoleh ke belakang dan menertawakan cerita Pak Rudi. Lalu saat mereka kembali menghadap ke depan, sudah ada Tuti berdiri dan menangis. Katanya, "Aku cuma minta makan, kenapa kalian pelit sekali?"
Kali ini para pencari pesugihan itu ngeri melihat Tuti yang bewajah pucat, dan luka yang ada di lehernya. Mereka lantas menoleh ke belakang, namun Pak Rudi sudah lari terbirit-birit lebih dulu. Lalu mereka menoleh lagi, tetapi Tuti sudah tidak ada di depan mereka. Detik kemudian suara perempuan tertawa terdengar jelas, arahnya dari pohon beringin. Mata para pencari pesugihan itu lantas membulat melihat Tuti terbahak-bahak sembari memakan sesajen. Kemudian, mereka lari tunggang langgang sampai-sampai tidak peduli menginjak kuburan.
"Akhirnya aku bisa makan enak," kata Tuti yang berwajah pucat dengan luka di lehernya.
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H