"Lukisan lo udah jadi?" tanya Intan.
Aku mengangguk lalu menunjukkan hasil karyaku, lukisan rumahku sendiri. Dari segi gambar, memang terlihat rapi. Tetapi lagi-lagi aku tidak bisa menjelaskan maknanya. Hanya melukis dengan hati-hati, yang penting terlihat rapi.
"Al, kamu yakin?" tanya Intan sembari melihat karyaku.
Melihat ekspresi wajahnya aku menjadi ragu, jangan-jangan lukisan ini sangat jelek.
"Jelek ya?" tanyaku cemas.
Sejenak Intan terdiam sebelum tersenyum dengan mengucapkan suatu kalimat -- selama ini hanya dia saja yang mengatakan, "Enggak Al, lukisan lo bagus kok."
Entah, aku tidak tahu dia jujur atau ... hanya sekadar ucapan demi menjaga perasaan.
Intan lalu menujukkan hasil karyanya padaku, lukisan kupu-kupu yang tengah merobek kepompongnya. Intan bilang, kupu-kupu itu adalah aku yang berusaha selama ini. Kemudian dia menyuruhku untuk memberikan tanda tangan pada lukisan miliknya. Tapi aku ragu, merasa ini tidak boleh dilakukan, hanya saja Intan terus memaksa.
"Ayo dong Al, nanti gue juga bakal tanda tangan. Gue tau, lo cuma nggak enak kan, kalau disuruh tanda tangan di karya orang lain? Tapi tenang Al, karena lukisan ini  terinspirasi dari lo, jadi gak papa, tenang aja," ucapnya meyakinkan.
Aku terseyum, lantas tanganku akhirya menggoreskan nama juga tanda tangan kecil di belakang lukisan. Sementara tanda tangan Intan berada di pojok kiri bawah bagian depan lukisan.
Sorenya, Intan kembali datang. Dia bermaksud membawa lukisanku. "Gue aja Al yang ngumpulin, lo istirahat aja sana!"