Mengunjungi Kemenakan Berkebun Kopi Modal Nekad  di Bukit  2024,  Mirip Film   "Perjuangan dan Do'a"
Bismillah
Saya memiliki kemenakan dari abang yang sulung 4 orang, semuanya lelaki. Ketika saya sekolah keluar kota dan mulai bekerja dimasa itu, mereka ini masih kecil-kecil dan rerata bersekolah di kampung, manakala telah memasuki usia sekolah.
Selama saya sekolah dan bekerja memang jarang pulang  kampung kecuali pada waktu liburan  atau waktu-waktu tertentu dan meskipun pulang  kampung, tetapi tidak bisa berlama-lama, sehingga durasi berkumpul dengan mereka menjadi terbatas.
Masa berlalu era pun berganti, rupanya mereka ini sudah tumbuh dan berkembang menjadi pemuda-pemuda yang kuat dan siap untuk hidup mandiri, seiring dengan semakin menuanya bapak mereka atau abang saya.
Hal ini  ketahui, tatkala mereka sering berkunjung kekediaman saya di bilangan Kota Bengkulu, baik cuma sekedar mampir atau kadang-kadang sampai menginap beberapa malam.
Kedatangan mereka kekediaman saya, memang jarang terjadi serentak keempat- empatnya dan yang sering hanya berdua beradik saja atau dengan orang lain, tetapi masih ada hubungan kekerabatan.
Sebagai seorang paman saya merasa senang atas kunjungan mereka ini, dan pada saat kunjungan berikutnya, saya berinisiatif dan sengaja mengajak mereka berbincang santai tentang berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan.
Dan ternyata dari obrolan kami yang lebar panjang tersebut,  mengagetkan saya bahwasanya sesungguhnya  mereka ini sedang membuka usaha dengan cara berkebun kopi diluar wilayah Bengkulu Selatan, sebagai daerah asal kami.
Kekagetan saya bukan tidak beralasan, karena keempat kemenakan saya ini semuanya masih lajang dan tidak memiliki modal yang cukup untuk membuka usaha dan membiayai hidup, sebelum usaha yang diusahakan menghasilkan.
Jadi boleh dikatakan, mereka ini hanya modal nekad berkebun, yang lokasinya jauh dari kampung halaman dengan target dan harapan dalam waktu tertentu dapat berhasil merubah kehidupan yang lebih baik.
Kendati sangat memprihatinkan mendengar penuturan mereka  untuk memiliki sebidang kebun kopi, dimana untuk membiayai hidup, terpaksa harus bekerja mengambil upahan.
Dengan cara bekerja tempat orang lain lebih dahulu selama minggu, baru kemudian bekerja ditempat sendiri 1 minggu, dan begitulah seterusnya sampai kebun sendiri mulai memberikan hasil.
Pola bekerja seperti itu cukup lama dilakoni, mengingat tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang mulai menghasilkan setelah tanaman berumur 2,5 - 3 tahun.
Sebagai tambahan pendapatan dari upahan untuk biaya tersebut, mereka juga menanam  tanaman yang relatif cepat menghasilkan untuk dijadikan uang, seperti sayur-sayuran lokal, seperti bayam, lumai, katu dan cabe.
Pelan tapi pasti, dengan penuh kesabaran usaha berupa kebun kopi yang mereka geluti, sedikit demi sedikit sudah membuahkan hasil dan agar lebih fokus mengelola kebun yang cukup jauh tersebut, mereka berpikir harus ada pendamping hidup.
Lalu, satu per satu dari ke-empat orang kemenakan saya tersebut dalam jarak waktu yang tidak terlalu lama masing-masing diantara mereka menemukan jodohnya.
Meskipun semuanya sudah berumah tangga dengan tujuan dapat lebih fokus mengelola kebun masing-masing, tetapi ditengah perjalanan  salah seorang diantaranya berubah haluan untuk mencoba bisnis lain di wilayah perkotaan dan kebun kopi yang sudah mulai menghasilkan dijual sebagai modal bisnis barunya.
Sementara itu sebagai paman, kendati mereka sering mampir, baik dari kampung ngin  ke kebun  maupun pulang dari kebun mau ke kampung, yang sudah hitungan puluhan tahun, tapi selama itu pula saya belum sempat melihat kebun mereka.
Hal ini bukan hanya karena letak kebun mereka jauh dari kediaman saya di Kota Bengkulu, tetapi lebih disebabkan karena kesibukan dan terbatasnya waktu luang yang saya miliki sebagai seorang abdi negara, tetapi saya berniat suatu saat akan kesana.
Oleh karena itu ketika saya memasuki purna bakti di penghujung 2023, Â kurang lebih setahun yang lalu, saya menyempatkan diri berkunjung untuk melihat usaha kebun kopi mereka dari dekat.
Kunjungan saya Juli 2024, bertepatan dengan musim panen kopi,  cuaca cerah dan harga jual beras kopi sedang baik, harga  terbaik sejak beberapa dekade yang lalu.
Kedatangan saya, sepertinya sudah di- tunggu-tunggu oleh ketiga kemenakan saya yang letak kebunnya relatif berdekatan, mereka  senang menyambut dan melihat saya datang, sehingga rasa lelah dan capek saya setelah melintas medan yang berat, hilang seketika.
Lebih dari sepekan saya berada di kebun  mereka, ada yang saya bantu sebisanya metik buah kopi dan ada yang sebatas saya kunjungi pondok tempat tinggalnya saja.
Walaupun kunjungan saya di tempat usaha kebun mereka tidak begitu lama, namun dibalik itu terkandung hikmah yang luar biasa betapa  makna kekerabatan tidak cukup hanya dengan pengakuan secara lisan  tetapi wujud perhatian jauh lebih penting.
Tentu mereka  mengira seorang  paman yang sudah berumur dan selama beberapa dekade hanya berkutat dengan urusan kertas, pulpen, dan perangkat lunak lainnya, tidak mungkin mampu menjangkau areal perkebunan yang berada di perbukitan dengan hawa yang sangat dingin.#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H