Mohon tunggu...
Zulkifli SPdI
Zulkifli SPdI Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Arab MAN 3 Solok dan MAN 2 Solok

Hidup akan benilai dengan amal shaleh, manusia akan berharga dengan kemanfaatannya bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kiper Maju, Bereskah Urusan?

6 Mei 2020   09:30 Diperbarui: 6 Mei 2020   09:33 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Si Udin tampak merah mukanya seperti udang yang digoreng. Maklumlah kulitnya masih bersih karena kurang berjemur dan berpanas-panasan, alias sering duduk-duduk saja di warung kalau tidak ada orang yang mengajaknya bekerja.

"Jadi, SOP atau MOU itu secara sederhananya ada komunikasi yang jelas dan saling terbuka antara suami dengan isteri termasuk dengan mertua juga. Sehingga si isteri tidak boleh lepas tanggung jawab pula sebagai ibu rumah tangga, walaupun dia sudah bekerja di kantor seharian. Jangan sampai karena penat oleh pekerjaan itu, lalu suami pula yang disuruh-suruh membeli cabe ke kedai. Kan tidak etis pula. Atau ketika suami pulang bekerja, tidak pula dibuatkan kopinya Karena suami sudah biasa membuat kopi sendiri. Yang mertua begitulah pula, jangan sering benar menyindir-nyindir menantu mentang-mentang dia menumpang di rumah kita. Bukankah adat kita juga yang membuat laki-laki tinggal di rumah mertuanya. Kecuali kalau menantu itu orang yang punya uang, tentu saja dia bisa membuat rumah sendiri untuk anak isterinya, atau paling kurang, mereka mengontrak rumah di tempat lain." Tambah panjang saja pengajian Angku Kali terbuka jadinya.

"Tapi, Angku. Kadang yang perempuan itu pula yang tidak mau Ikut suaminya pindah dari rumah ayah dan ibunya hanya karena suaminya bukan orang kaya." Sambung Udin masih membela pendapatnya.

"Tergantung pribadinya juga, Udin. Kalau Etek tidak seperti itu orangnya! Lihatlah Etek mau tinggal di warung sekaligus rumah ini, ruko kata orang sekarang. walaupun kondisinya sederhana, tidak sebagus dan senyaman rumah orang tua saya. Biarlah susah, asalkan dekat uda. Bukankah begitu ungkapan tukang dendang dalam lagunya." Tiba-tiba Etek Biyai, isterinya Mak Sutan yang punya warung itu datang langsung pula menyela pembicaraan warung yang sedang hangat-hangatnya di senja hari tu. Baju dinas Etek Biyai pun masih belum sempat diganti sejak pulang mengajar di sekolah tadi.

"Belum Uda buatkan Angku Kali ini minumannya? Jadi beliau sudah maota kariang[2] sejak dari tadi tampaknya." Etek bertanya kepada Mak Sutan karena belum tampak air yang akan diminum oleh Angku Kali di meja dekat tempat duduknya. 

"Sekarang giliran Etek lagi! Saya kasihan juga melihat Mak Sutan yang telah susah-payah ke depan dan ke belakang sejak dari tadi. Sudah bertambah langsing beliau tampaknya!" kata si Udin pula disambut gelak-tawa orang di warung. Sementara Angku Kali cuma tampak senyum kecil saja. Hanya sesekali tampak jenggot hitamnya bergoyang-goyang kecil karena manahan tawa.

"Ok lah kalau begitu, Udin" jawab Etek Biyai sambil terus ke belakang membuatkan Kowa Daun untuk Angku Kali.

"Jadi, beginilah, Udin! Kita berumah tangga itu seperti orang pergi berlayar ke tengah lautan luas. Maka seluruh orang yang ada di kapal itu Ikut bertanggung jawab supaya bisa sampai dengan selamat ke pulau yang dituju. Yang jadi nahkoda atau kaptennya tentu saja si suami. Yang si isteri harus bisa pula mambantu nahkodanyo dalam mengendalikan kapal tadi dan juga untuk urusan perut orang sekapal itu. Jangan sampai ada yang mementingkan egonya sendiri-sendiri saja. Apalagi kalau menghadang badai dalam rumah tangga. Tidak bisa selamat kalau masing-masingnya tidak bisa bekerja sama. Harus ada yang mengalah demi kebaikan basama. Kalau sudah ada yang mengalah, jangan pula dianggap kalah. Apalagi dianggap remeh, tidak dihargai perjuangannya selama ini. Ingatlah, gempa dan tsunami itu terjadi disebabkan oleh karena adanya energi yang terkurung di bawah kulit bumi ini. Sehingga begitu dia dapat celah untuk keluar, meranalah kita dibuatnya." Begitulah nasihat Angku Kali.

"Iya juga, Angku!" kata Etek Biyai sambil meletakkan secangkir Kowa Daun di dekat Angku Kali. 

Begitulahlah Cerita di warung kopi Mak Sutan senja hari tu. Sebenarnya kalau direntang, pasti bisa sangat panjang. Baguslah kalau kita buhul agar menjadi singkat. Kita ambil saja yang akan dipergunakan saja. Mudah-mudahan Cerita tadi bisa membuka pikiran kita dan juga bisa kita ambil hikmah dan palajaran di dalamnya. Ambil yang baik, buang yang buruknya. Kalau ada salah kata, mohon dimaafkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun