Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peranan Agama dalam Pemberantasan Judi Online

23 Juni 2024   07:57 Diperbarui: 23 Juni 2024   08:37 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi pejudi online |iStockphoto.com

Rupanya, saat ini bukan hanya sektor ekonomi, pendidikan dan tata kelola pemerintahan yang mengalami digitalisasi, tetapi hampir seluruh lini kehidupan mengharuskan beralih dari sistem konvensional ke digital, termasuk di dalamnya judi alias perjudian.

Awalnya judi, kemudian berkembang menjadi judi online. Dulu, dilakukan secara tatap muka dan terbatas oleh ruang serta waktu. Sekarang, bisa diakses kapanpun, di manapun serta oleh siapapun tanpa harus bertatap muka.

Digitalisasi judi atau judi online ini semakin meresahkan masyarakat serta menambah jumlah daftar masalah bangsa yang harus diselesaikan oleh negara. Artinya, judi online sebagai salah satu bentuk patologi sosial merupakan ancaman nyata bagi bangsa dan negara Indonesia.

Tentu, bukan karena faktor kehadiran teknologinya yang semakin memudahkan orang-orang mengakses situs-situs judi online, justru disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) dalam memanfaatkan kemajuan teknologi itu sendiri.

Dampaknya juga kembali pada kita sebagai individu, keluarga, masyarakat serta pemerintah. Sementara teknologinya, ia akan tetap menjadi pisau bermata dua, dapat bermanfaat ataupun mendatangkan melarat, tergantung siapa dan bagaimana menggunakannya.

Berdasarkan data terbaru, jumlah pemain judi online di Indonesia saat ini mencapai 2,37 juta orang. Dari jumlah ini, 2 persen atau 80.000 di antaranya adalah anak-anak di bawah umur 10 tahun, 11% usia 10-20 tahun, 13% usia 21-30 tahun, 40% 30-50 tahun dan 34% 50 tahun.

Transaksinya mencapai Rp 427 triliun pada tahun 2023, tertinggi selama lima tahun terakhir. Artinya, jumlah masyarakat terpapar judi online terus bertambah dan akan terus bertambah bilamana tidak segera diberantas secara serius.

Pengendalian Sosial

Dalam hal pemberantasan judi online ini, pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pejudi online. Salah satu upayanya adalah memblokir situs-situs judi serta rekening pejudi online itu sendiri.

Pertama, mendeteksi dan menindak aliran dana di 5000 rekening penadah uang judol. Kedua, menindak praktik modul jual beli rekening untuk transaksi judi online. Ketiga, akan menutup seluruh layanan top up game online yang terafiliasi judi online.

Pertanyaannya, apakah langkah ini akan efektif memberantas judi online? Sekilas dan dalam waktu cepat, jumlah pejudi online akan berkurang. Sebab, ketiga langkah pemerintah tersebut langsung menyasar proses dan transaksi judi online.

Otomatis, mereka (pejudi online) tidak punya akses untuk pembelian slot karena rekening dan seluruh layanannya akan diblokir. Pada saat bersamaan, pemerintah melalui Keminfo juga ikut serta melakukan pemblokiran situs-situs judi dan aplikasi yang mempromosikan judol.

Namun, langkah seperti ini hanya bersifat sementara dan pada saatnya nanti, bila kondisi telah normal, kemungkinan besar akan kembali beroperasi dan boleh jadi lebih besar dari sekarang. Artinya, efektivitasnya tak bertahan lama sebagaimana harapan banyak orang.

Bahkan, sebagian kalangan menuding kalau pembentukan satgas judi online ini hanya sebatas reaksional. Reaksi terhadap tuntutan masyarakat yang resah dan gelisah pada fenomena judi online ini, terutama mereka yang terdampak atau menjadi korban.

Selain itu, kita juga perlu belajar dari kasus pemberantasan konten pornografi yang telah lama dilakukan pemerintah (Kominfo) dengan cara memblokir situs-situs pornografi di internet dan menertibkan platform media sosial yang mengandung pornografi.

Hasilnya, sampai sekarang konten-konten pornografi itu masih ada, bahkan banyak dan dapat diakses dengan mudah oleh siapapun. Konon, ketika satu situs pornografi itu diblokir, niscaya akan muncul seratus bahkan seribu situs pornografi baru.  

Begitu pula dengan situs judi online, nampaknya tidak akan jauh berbeda seperti pemblokiran situs pornografi. Jadi, ketiga langkah pemberantasan judi online tersebut belum menyentuh pada akar persoalan yang bertumpu pada perubahan mental masyarakat.

Langkah Preventif

Selain memberantas yang sudah ada, alangkah baiknya pemerintah juga melakukan langkah pencegahan supaya masyarakat tidak medekati apalagi bermain judi online. Hal ini penting untuk memastikan pemberantasan dimulai dari hulu hingga hilir.

Sesuai dengan petuah orang bijaksana, "mencegah lebih baik daripada mengobati" dan "sedia payung sebelum hujan." Maksudnya, daripada mengobati orang yang kecanduan judi online, lebih baik mengantisipasi merebaknya virus judi tersebut.

Langkah pencegahan bisa dalam bentuk edukasi, penyadaran serta kampanye tentang bahaya judi online kepada seluruh lapisan masyarakat. Medianya bisa dalam bentuk gambar, tulisan, video dan lain sebagainya.

Berikutnya adalah regulasi yang jelas serta penegakan hukum tanpa pilih kasih. Ini bertujuan untuk mencegah masyarakat melakukan tindakan melanggar hukum (judi online), mengingat implikasi hukum yang akan diterima jika ketahuan berjudi.

Sebagaimana uraian di atas, pangkal utama dari merebaknya judi online disebabkan lemahnya regulasi alias penegakan hukum serta rendahnya literasi masyarakat. Dua penyebab utama ini sama-sama dari unsur manusia, pemerintah dan masyarakat biasa.

Sederhananya, kalau masyarakatnya paham lalu sadar niscaya mereka tidak akan berjudi. Jika pemerintahannya peduli, niscaya mereka tidak akan membiarkan judi merusak tatanan hidup masyarakatnya.

Berpijak pada Agama

Harus diakui, rendahnya pemahaman serta kesadaran individu tentang implikasi bahaya judi online memang perlu menjadi catatan penting bagi kita semua. Sebab, hal inilah awal mulanya malapetaka itu terjadi, kebodohan merajalela.

Mereka yang tidak paham dan atau paham tapi tidak sadar cenderung lebih mudah terjebak dalam kubangan kesengsaraan dibandingkan kebahagiaan. Sekali lagi, andai paham dan sadar, mereka tidak akan pernah mendekati judi.

Di sinilah peran agama itu hadir dalam rangka mencerahkan, menunjukkan, menyadarkan dan memberi peringatan kepada siapapun yang menghendaki kebahagiaan hidup di dunia serta di akhirat kelak.

Dalam konteks pemberantasan judi online, agama terutama Islam sudah memberikan arahan, pencerahan dan peringatan kepada siapapun tentang judi ini. Orang yang memahami ini lalu mengimaninya sepenuh hati, maka ia akan menolak segala bentuk judi.

Misalnya, judi (maisir) dilarang keras karena dianggap merusak moral dan ekonomi individu serta masyarakat. Al-Qur'an dengan jelas menyebutkan bahwa judi adalah perbuatan yang mendatangkan dosa dan kerugian besar bagi para pelakunya (QS. Al-Maidah: 90-91).

Nah, menariknya lagi, Al-Qur'an tidak serta merta mengharamkan judi, tetapi bertahap serta tidak frontal. Pertama, disampaikan bahwa judi mengandung bahaya dan dosa, juga manfaat bagi manusia. Hanya saja, bahaya dan dosanya lebih besar ketimbang manfaatnya.

Cara seperti ini menggambarkan bahwa Al-Qur'an menggunakan pendekatan humanis dalam pemberantasan judi. Artinya, orang yang sudah kecanduan judi atau masih awam diberikan pemahaman tentang bahaya dan manfaat judi.

Terutama bagi kelompok masyarakat yang menjadikan judi sebagai bagian dari karakter atau tradisi dalam kehidupan mereka. Melalui akal serta pikirannya, pastilah akan menimbang lalu menyadari bahwa judi lebih banyak menimbulkan dampak negatif ketimbang positifnya.

Setelah literasi mereka tentang judi meningkat, barulah Al-Qur'an melarang, mengharamkan judi secara total. Dijelaskan, selain berdampak buruk pada kehidupan individu, keluarga, serta masyarakat, juga termasuk dosa besar bagi orang yang melakukannya.

Kiranya, kalau muatan agama ini dituturkan kepada masyarakat berikut dengan pendekatan humanisnya, niscaya akan ada peningkatan literasi yang akan mengantarkan mereka kepada kesadaran bahwa agama dan negara melarang judi online karena dampak buruknya. 

Lalu, mencul pertanyaan, mayoritas masyarakat Indonesia beragama serta berpancasila, tapi mengapa judi online semakin merajalela? Jawabannya, barangkali iman dan takwa kita kepada Tuhan Yang Esa memang masih lemah.

Bisa juga karena kita sudah tidak menjadikan nilai-nilai agama dan pancasila sebagai panduan dalam menapaki jalan hidup di dunia ini. Sehingga, penting bagi kita untuk kembali berpijak pada agama dan nilai-nilai pancasila dengan cara menjauhi judi online.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun