Beberapa waktu lalu publik dikejutkan dengan berita viral, polwan bakar suaminya hingga meninggal. Berdasarkan informasi tersebut, pemicu utamanya adalah sang istri kesal karena suaminya suka main judi online.
Tak hanya itu, kasus lain yang dipicu oleh judi online juga banyak terjadi. Mulai dari perceraian, pemukulan, pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Paling sadis memang pembunuhan, baik bunuh diri ataupun dibunuh.
Gara-gara judi online, seorang anak tega membunuh orangtua serta anaknya sendiri karena tidak diberi uang untuk main judi online. Ada juga, seorang ibu di Tasikmalaya rela mengakhiri hidupnya dengan gantung diri karena anaknya terlilit utang akibat kecanduan judi online.
Nampaknya, judi online juga tidak mengenal batas usia, selama dia mampu mengoperasikan handphone dan komputer, niscaya tidak akan luput dari sasaran judi online ini. Sejumlah anak-anak SD didiagnosis kencanduan judi online dari konten live streaming.
Juga menyasar semua jenis profesi, mulai dari pelajar, guru, TNI, Polri, politisi, selebriti, petani, pedagang, rumah tangga dan bahkan pengangguran sekalipun. Artinya, judi online ini sudah masuk ke jantung kehidupan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Menurut Natsir Kongah, Koordinator Humas PPATK, jumlah pemain judi online di Indonesia saat ini mencapai 3,2 juta orang yang terdiri mulai dari pelajar, mahasiswa hingga ibu rumah tangga. Mereka rata-rata bermain Rp100-200 ribu per hari.
Sementara berdasarkan data Drone Emprit yang dikutip oleh Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menyebutkan bahwa pengguna judi online di Indonesia berjumlah 201.122 orang dan menempatkan Indonesia sebagai pemain judi online terbanyak di dunia.
Lebih lanjut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemananan (Menkopolhukam), Hadi Tjahjanto, mengungkapkan data bahwa sebanyak 80 persen pemain judi online berasal dari kalangan masyarakat tingkat ekonomi menengah ke bawah.
Hal ini mengkonfirmasi bahwa judi baik konvesional maupun online merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia dan harus segera diselesaikan. Selain merugikan diri sendiri, judi online ini terbukti merugikan keluarga, masyarakat serta negara.
Dampak Judi Online bagi Ekonomi Keluarga
Mengacu pada data judi tersebut di atas, bila rata-rata orang dengan penghasilan Rp200 ribu sehari, kemudian mereka keluarkan Rp100 per hari untuk judi online, otomatis hal ini sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi keluarga.
Inilah awal mula kehancuran ekonomi keluarga, mereka dengan pendapatan pas-pasan atau bahkan kurang kemudian masih digunakan untuk judi online. Tak hanya sekali dua kali, tetapi mereka akan melakukannya sampai kehabisan uang.
Namanya juga gambling, kalah sekali bukan lantas berhenti, tetapi main dua kali dan begitu seterusnya hingga tidak dapat terlepas dari jerat judi online itu sendiri alias kencanduan. Bila sudah begini biasanya akan berdampak pada yang lain.
Banyak kasus, orang yang kecanduan judi menjual aset-asetnya seperti kendaraan, perhiasan, tanah, perusahaan dan bahkan tempat tinggal. Sebagian malah sampai rela berhutang dalam jumlah cukup besar hanya untuk memenuhi hasrat judinya.
Selain berdampak pada kebangkrutan ekonomi keluarga, kecanduan judi online juga menjadi penyebab retaknya keharmonisan keluarga. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kasus perceraian akibat judi online terus meningkat.
Jumlahnya tembus 1.572 kasus, meningkat 32% dalam setahun dan melesat 142,6% dibanding awal pandemi Covid-19. Sebelum perceraian pasti ada perselisihan serta pertengkaran yang memicu terjadinya kekerasan fisik terhadap pasangan.
Belum lagi dampak psikologis terhadap pecandu judi online berikut keluarga dekatnya. Stres akibat kalah judi menyebabkan depresi dan bahkan gangguan jiwa alias gila.
Kerugian Negara Akibat Judi Online
Pada dasarnya, segala bentuk jenis perjudian, termasuk di dalamnya judi online, itu dilarang oleh hukum agama, negara serta norma sosial kemasyarakatan kita. Sehingga, siapapun yang melakukannya dianggap melanggar hukum dan dapat dipidana.
Lebih spesifik lagi terkait judi online, larangannya jelas termaktub dalam pasal 17 ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian berpotensi dipidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak 10 miliar.
Pertanyaannya, mengapa aturan ini harus hadir? Tak lain karena judi online dapat merugikan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan juga negara. Sehingga, negara perlu hadir dalam rangka mencegah dan memberantas penyakit masyarakat demi mengurangi kerugian.
Setidaknya, negara mengalami kerugian dalam dua aspek fital akibat maraknya judi online ini, pertama, sumber daya manusia dan kedua, ekonomi.
Pertama, judi online telah terbukti merusak kekuatan tersebar dan utama negara Indonesia, yaitu masyarakat (SDM) itu sendiri. Orang yang kecanduan judi online secara otomatis akan mengalami penurunan produktivitas dalam belajar dan bekerja secara nasional.
Mereka yang diharapkan menjadi generasi pelanjut perjuangan dan bekerja dengan maksimal justru mengalami gangguan mental akibat kecanduan judi online. Bila kondisi seperti ini terus belanjut, maka negara akan mengalami kerugian besar.
Kedua, negara harus menanggung biaya sosial yang meningkat akibat dampak negatif dari judi online. Biaya ini termasuk perawatan kesehatan mental, program rehabilitasi, dan dukungan sosial bagi keluarga yang terkena dampak.
Selain itu, peningkatan kejahatan yang disebabkan judi online seperti penipuan dan pencurian juga memerlukan biaya penegakan hukum lebih besar. Termasuk juga, kerugian negara akibat arus perederan uang judi yang lari ke luar negeri.
Sebagaimana temuan PPATK, sepanjang 2023 ada sekitar 168 juta transaksi judi online dengan nilai total transaksinya mencapai Rp327 triliun, dan dana hasil judi online ini sebagian besar dilarikan ke luar negeri oleh para pelaku.
Perlu Kesadaran dan Kehadiran Negara
Kesadaran kolektif dari semua elemen bangsa, invidu, keluarga, masyarakat dan pemerintah adalah kunci menghapuskan perjudian dari kehidupan bangsa Indonesia. Kita harus sadar, judi merupakan penyakit mematikan yang harus dihindari.
Tentu saja, kesadaran ini perlu dimulai dari peningkatan literasi masyarakat melalui kampanye atau edukasi tentang bahaya judi online dan offline. Para pemuka agama, perlu mengingatkan masyarakat bahwa agama telah melarang segala bentuk perjudian
Pada saat bersamaan, negara juga perlu hadir sebagai garda terdepan membentengi generasi bangsa dari gempuran judi online. Melalui upaya pencegahan, penindakan serta penegakan hukum terhadap para bandar dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Akhirnya, kita harus sepakat bahwa judi online yang menjanjikan kemenangan justru menjadi sumber malapetaka bagi kita semua. Kita juga perlu komitmen bersama untuk menghindari dan memberantas judi online bersama-sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H