Kehadiran ibu selama bulan-bulan pertama kehidupan anak sangat penting untuk membentuk rasa aman dan kasih sayang yang mendasar bagi perkembangan psikologis anak. Perumusan cuti maksimal enam bulan bagi ibu melahirkan merupakan langkah tepat.
Tepat karena kebijakan ini tidak hanya mendukung kesehatan fisik tetapi juga kesejahteraan mental kedua belah pihak. Para ibu dan suami berhak berbahagia dengan penetapan UU KIA ini, yang selama ini didambakan.
Selain ibu dan anak, penerima manfaat dari kebijakan UU ini adalah perusahaan itu sendiri. beberapa studi menunjukkan bahwa kebijakan kesejahteraan seperti ini dapat meningkatkan produktivitas dalam jangka panjang.
Ibu melahirkan yang merasa didukung oleh kebijakan perusahaan cenderung lebih loyal dan termotivasi, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja mereka ketika kembali bekerja.
Dengan demikian, semakin panjang cuti yang diberikan kepada ibu melahirkan, maka semakin baik kondisi kesehatan sang ibu beserta anaknya, baik secara fisik, emosional, psikologis dan sosiologisnya.
Begitu pula dengan perusahaan yang mempekerjakan perempuan, dengan memberikan cuti lebih panjang kepada ibu melahirkan, perusahaan dapat mempertahankan talenta terbaik mereka, sehingga mengurangi biaya perekrutan dan pelatihan karyawan baru.
Tantangan dalam Implementasi UU KIA
Beberapa pokok-pokok pengaturan dalam UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan diantaranya sebagai berikut:
Perumusan cuti bagi ibu melahirkan yaitu paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya, jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter.
Setiap ibu pekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya, dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat, serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam.