Padahal, undang-undang masyarakat adat ini diharapkan mampu menjadi payung sekaligus landasan hukum dalam menyelesaikan beragam persoalan yang selama ini masih cenderung mengkriminalisasi serta mengucilkan masyarakat adat.
Alih-alih mau mengakui eksistensi masyarakat adat sebagai penjaga, pelindung serta perawat kelestarian alam Indonesia, melindungi mereka saja masih patut dipertanyakan karena belum ada pembuktian nyata. Sebab, seorang warga adat ditembak mati dalam bentrok antara warga adat dengan Perusahaan tambang PT. Bulawan Daya Lestari. (aman.or.id).
Bukti lainnya, masyarakat adat acapkali mendapatkan perlakuan kurang adil dari pemerintah. Beberapa kasus perampasan tanah adat oleh pemerintah terjadi atas dasar pembangunan dan pemulihan ekonomi. Lahan mereka diklaim sebagai kawasan hutan yang tidak berpenghuni, padahal mereka sudah puluhan bahkan ratusan tahun mengelolanya.
Berdasarkan catatan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2017-2022) telah terjadi 301 kali perampasan wilayah adat, mencakup wilayah seluas 8,5 juta hektare dan mengkriminalisasi 672 masyarakat adat.
Konflik agraria yang tak kunjung selesai bahkan terwariskan dari generasi ke generasi adalah bukti bahwa pemerintah tidak serius dan tidak menunjukkan keberpihakan pada masyarakat adat. Dalam catatan komnas HAM, sepanjang tahun 2022 suda ada 1200 kasus agraria dengan korban terbanyak dari masyarakat adat itu sendiri.
Tidak sedikit bahkan, pemerintah lebih memihak pada korporasi daripada masyarakat adat itu sendiri. Mereka yang datang membawa modal besar serta menjanjikan keuntungan ekonomi bagi segelintir orang bebas masuk, menggunduli hutan, merusak alam dan mengusir penghuni hutan baik dari kalangan manusia maupun binatang.Â
Contohnya adalah kasus tanah Wadas dan Rempang yang berhasil disorot oleh media massa, kemudian mendapatkan penolakan luas dari berbagai kalangan, meskipun pemerintah tetap bergeming dan melanjutkan perampasan tersebut. Ini yang tersorot, bagaimana dengan yang belum, seperti Suku Tobelo Dalam, Kende dan lain sebagainya.
Masyarakat Adat dalam Menjaga Kelestarian Alam
Bicara kelestarian alam, lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan yang sekarang ini selalu didengungkan oleh masyarakat global, seolah-olah ini termasuk sesuatu yang baru dan belum ada di Indonesia. Padahal, konsep tersebut sudah lama ada dan dilakukan oleh bangsa Indonesia, terutama masyarakat adat itu sendiri.
Secara sederhana, masyarakat adat memiliki kearifan lokal, budaya dan pengetahuan tentang flora, fauna, ekosistem, dan sumber daya alam lainnya di sekitar wilayah mereka. Pengetahuan inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk melakukan praktik-praktik berkelanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Misalnya, melalui kearifan lokal dan budayanya, mereka memanfaatkan sumber daya alam yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mencegah eksploitasi berlebihan sekaligus menjaga kelestarian alam Indonesia