Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Terminologi Asing dalam Debat Cawapres

24 Januari 2024   08:39 Diperbarui: 26 Januari 2024   07:00 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampilan cawapres dalam debat terakhir di JCC, Jakarta pada (21/1/2024). (kompas.id/Rony Aryanto Nugroho)

Secara pasti, kita tidak mengetahui maksud pribadi dari penggunaan istilah atau terminologi asing oleh masing-masing cawapres, tapi patut kita duga supaya terlihat dan terdengar intelek, terkini dan menguasai isu-isu internasional yang sedang berkembang dan penting terkait tema debat tersebut.

Bisa juga tujuannya untuk menjebak lawan debat agar kesulitan memahami dan memberikan jawaban, sehingga mengganggu konsentrasi lawan. 

Lebih jauh lagi, sengaja menggunakan istilah asing karena hendak memenuhi kepentingan asing, dan bila benar adanya maka nasionalismenya patut dipertanyakan

Perlu menjadi catatan penting bagi kita semua, debat capres dan cawapres bukan hanya untuk kalangan elit, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. 

Khususnya, masyarakat desa dan adat yang kemarin menjadi topik bahasan oleh ketiga cawapres. Artinya, penggunaan istilah asing pada debat kemarin mencederai masyarakat desa dan adat.

Peribahasa mengatakan "bahasa adalah bangsa," yang mencerminkan gagasan bahwa bahasa memiliki peran penting dalam membentuk identitas suatu bangsa. Hal ini menyiratkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi elemen kunci yang membentuk sekaligus mengekspresikan identitas, budaya, dan keberlanjutan suatu kelompok manusia yang membentuk sebuah bangsa.

Bangsa-bangsa yang merdeka dari penjajahan, termasuk Indonesia sudah pasti meninggalkan bahasa penjajah lalu kembali menggunakan nama-nama atau istilah-istilah nasional yang sudah disepakati bersama untuk menyatakan identitas mereka. Sayangnya hal demikian belum menjadi kesadaran bersama masyarakat Indonesia.

Para elit selayaknya menggunakan nama-nama atau istilah-istilah nasional atau lokal, sebagai bukti kecintaan pada bangsa dan negara Indonesia, bukan malah ikut-ikutan menggunakan bahasa asing yang jelas-jelas bisa menggeser atau bahkan menghilangkan keanekaragaman budaya serta kearifan lokal kita.

Kasarnya, secara fisik memang kita sudah tidak terjajah lagi, namun secara psikis dan budaya justru kita sedang terjajah. Terbukti dari pertunjukan debat cawapres kemarin, banyaknya istilah asing yang diucapkan dan dipopulerkan oleh masing-masing cawapres menunjukkan ketidakberdayaannya pada penjajahan gaya baru.

Butuh Kesadaran dan Komitmen Bersama

Kembali pada pengalaman dan pengamatan pribadi saya di awal tulisan ini, bahwa serbuan istilah atau terminologi asing sudah bukan rahasia lagi, bahkan menjamur ke seluruh lapisan masyarakat dan masuk di setiap relung kehidupan bangsa. Mulai dari nama tempat, orang dan kendaraan banyak menggunakan bahasa atau istilah asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun