Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Cegah Korupsi Lewat Kenaikan Gaji, Bisakah?

19 Januari 2024   05:59 Diperbarui: 30 Januari 2024   18:48 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tindakan korupsi. Sumber: KOMPAS/DIDIE SW

Pengungkapan kasus korupsi yang tidak dibarengi dengan penegakan hukum secara benar dan dapat menimbulkan efek jera bagi para koruptor akan membuat koruptor semakin berani dan semangat melakukan korupsi lagi. Bentuk sanksi atau hukuman yang terlalu ringan terhadap para koruptor membuat mereka mempermainkan hukum dan secara sembunyi atau bahkan terang-terangan mengkorupsi uang rakyat Indonesia.

Pada intinya, pangkal dari semua motif seseorang melakukan tindakan korupsi adalah karena sifat serakah pada dunia atau harta yang sudah membelenggu jiwanya. Sementara tiga faktor lainnya hanya sebatas pendukung terjadinya perilaku korup tersebut. Dorongan serakah yang dibantu oleh adanya kesempatan melalui jabatan atau kekuasaan dan kebutuhan memenuhi gaya hidup lalu ringannya hukuman bila kedapatan melakukan korupsi.

Lah, kalau sumber utamanya adalah keserakahan individu mengapa solusinya menaikkan gaji mereka? Namanya serakah pasti tidak akan pernah merasa cukup, digaji satu miliar minta dua, tiga, empat dan bahkan seratus miliar. Kalau perbandingannya dengan negara maju, mungkin saja bukan karena gajinya yang tinggi, tetapi moralnya sudah teruji.

Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di gedung KPK, Jakarta (17/1/2024) | Kompas.com/Irfan Kamil
Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di gedung KPK, Jakarta (17/1/2024) | Kompas.com/Irfan Kamil

Saya meyakini faktor kemajuan sebuah bangsa bukan terletak pada banyaknya materi, tetapi karena majunya ilmu pengetahuan yang dibarengi dengan moralitas dan integritas tinggi. Hal ini tercatat dalam sejarah, maju dan mudurnya peradaban sebuah bangsa itu tergantung dari rusak dan baiknya ilmu serta moral bangsa itu sendiri. Dalam artian, bila sebuah bangsa marak adanya kerusakan termasuk korupsi, sesungguhnya sedang terjadi kerusakan ilmu dan moral.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Ningsih Suharyadi dan Hadi terkait dengan faktor psikologis yang mempengaruhi seseorang melanggar integritas yakni, rendahnya religiulitas, rendahnya moral, motivasi berkuasa, gaya hidup mewah, dan kurang bahagia. Lima faktor ini menjadi penyebab utama banyak pejabat melakukan korupsi.

Pada kenyataannya memang benar, mengaku berpegang teguh pada nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa, nyatanya jauh dari nilai-nilai agama atau nilai ketuhanan. Nampak berbeda antara ucapan dengan perbuatan, antara janji dan kenyataan, antara sumpah dan kebijakan. Terlihat religius, agamis dan saleh tapi ternyata korupsi uang negara. Inilah mengapa mereka korupsi, hukum Tuhan saja dilanggar apalagi hukum negara.

Begitu pula dengan rasa malu, nampaknya sudah mulai hilang dari kamus kehidupan koruptor. Jangankan merasa bersalah lalu meminta maaf ketika sudah ditetapkan jadi tersangka korupsi, justru mereka masih bisa tersenyum dan bahkan melakukan fitnah sana-sini. Ini juga menjadi pemicu seorang pejabat semakin berani berlaku korup, rendahnya moral dan integritas.

Motivasi mendapatkan keuntungan materi besar melalui jabatan atau kekuasaan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perilaku korup para pejabat. Artinya, tujuan utama berkuasa pada dasarnya memang dalam rangka memperkaya diri, bukan mengabdi kepada masyarakat dan negeri. Niatan inilah yang pada akhirnya mengantarkan seseorang menjadi koruptor dan menilap uang negara melalui berbagai sektor.

Hidup mewah dan kurang bahagia sepertinya sudah menjadi budaya bagi kehidupan pejabat negeri. Seperti bukan pejabat namanya jika belum hidup mewah, dan belum bahagia rasanya bila tidak bergelimang harta. Sehingga mereka berbondong-bondong korupsi, mengumpulkan sekaligus memamerkan kekayaan supaya terlihat mewah dan bahagia.

Menaikkan Moralitas dan Integritas Pejabat   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun