Mohon tunggu...
bustanol arifin
bustanol arifin Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Happy Reader | Happy Writer

Tertarik Bahas Media dan Politik | Sore Hari Bahas Cinta | Sesekali Bahas Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mengenal Model Kampanye Calon Presiden Indonesia

27 Desember 2023   08:35 Diperbarui: 2 Januari 2024   07:27 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap musin pemilu tiba, otomatis suasana jalanan agak berbeda. Spanduk, baliho, stiker, kalender, video bertebaran di mana-mana dengan segala bentuk beserta rupanya. Meminjam istilah pakar manajemen, Tom Peters, "Berbeda atau punah." Intinya, itu semua para kontestan pemilu, mereka hendak mendongkrak popularitas untuk mendulang suara.

Hal ini dapat diartikan bila kita sudah menjumpai Alat Peraga Kampanye (APK) bertebaran di mana-mana, itu menunjukan sudah tiba musim kampanye atau pemilu.  

Seorang pakar politik, Keena Lipsitz beserta kawan-kawannya berusaha menjawab sebuah pertanyaan melalui sebuah riset tentang "Apa yang hendak diketahui atau diinginkan oleh publik (pemilih) dari kampanye para politisi."

Hasilnya, para pemilih menempatkan kandidat pada isu tertentu.

Pertama, melalui kampanye masyarakat ingin mengetahui "karakter" dari kandidat tersebut.

Kedua, masyarakat juga ingin mengetahui "pengalaman" mereka. Ketiga, masyarakat ingin mengetahui "kecerdasan" masing-masing kandidat.

Riset ini, walaupun tidak dilakukan di Indonesia, namun hasilnya dapat dirujuk sebagai salah satu panduan bagi para kontestan pemilu, baik partai maupun personal, dalam melakukan kampanye politiknya supaya pesan yang hendak disampaikan lebih diterima oleh masyarakat. Meskipun, saya meyakini hal seperti ini sudah diterapkan dan bahkan riset-riset serupa juga sudah dilakukan sebelum akhirnya menentukan strategi kampanye berdasarkan segmentasi pemilih dan kebutuhan pasar untuk mendongkrak popularitas.

Memang, di tengah sengitnya kontestasi pilpres kali ini, masing-masing paslon mencoba untuk merebut simpati masyarakat dengan berbagai strategi pemenangan serta model kampanye. Meskipun, secara pribadi saya belum mengetahui detail strategi mereka dalam mendongkrak popularitasnya, tapi persaingan itu begitu terasa hingga menimbulkan gesekan-gesekan yang mengarah pada perseteruan, permusuhan dan mungkin saja perpecahan alias polarisasi gaya baru. Hal ini lumrah saja dan akan sirna bersamaan dengan usainya pemilu.

Nah, dari ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang saat ini sedang beradu jitu menuju kursi presiden Indonesia ini, selain mengenal sosok masing-masing dari mereka, ada baiknya juga kita tahu model kampanye yang diterapkan oleh pasangan calon Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud.  

1. Panggung Desak Anies Rasyid Baswedan

Dari sekian banyak strategi serta media kampanye yang digunakan oleh pasangan Anies-Muhaimin, ada satu model kampanye cukup menarik karena memang belum pernah dilakukan oleh calon presiden Indonesia manapun, yakni panggung "Desak Anies."

Jadi, mantan Gubernur DKI Jakarta ini datang ke kampus-kampus, bertemu mahasiswa lalu berdiskusi dengan mereka di sana. Konsepnya sederhana, hanya ada panggung khusus lalu tanya-jawab.

Sebagai kandidat berlatar belakang akademisi, Anies Baswedan memang tidak asing dengan dunia kampus, karena selama ini memang ia aktif berkecimpung di dunia pendidikan.

Acara panggung "Desak Anies" ini sebenarnya hendak menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa dirinya adalah orang terpelajar, cerdas, pintar dan berwawasan luas.

Makanya, kesan yang diterima oleh publik melalui "Desak Anies" adalah ia tidak takut berdebat dengan siapapun dan pandai beretorika. Dilihat dari tempat dan model kegiatannya, segmentasi kampanye "Desak Anies" ini jelas yakni para mahasiswa, pemuda, tenaga pendidik, cerdik-cendiakawan.

2. Joget Gemoy Prabowo Subianto

Pada pilpres kali ini, Prabowo tampil dengan gaya berbeda dari pemilu sebelumnya. Ia terlihat lebih santai dan tenang dalam setiap kesempatan tampil di depan publik.

Beberapa kali Prabowo terlihat berjoget ria bersama pendukungnya yang kemudian viral lalu diidentikan dengan joget "Gemoy" ala Prabowo. Tentu, ini juga bagian dari strategi dan model kampanyenya dalam berebut simpati pemilih.

Bagaimanapun, Prabowo yang berlatang belakang TNI mencoba pendekatan model baru untuk mendongkrak popularitasnya. Salah satunya, melalui joget "Gemoy" ala Prabowo ini.

Ia hendak menghilangkan stikma bahwa Prabowo pemarah, bengis dan otoriter. Pesan yang hendak disampaikan kepada publik melalui joget "Gemoy" ini kalau Prabowo itu orangnya asyik, gemes, lucu dan humoris.

Makanya, hampir semua Alat Peraga Kampanye (APK) Prabowo-Gibran berbentuk kartun anak kecil yang terlihat gemoy, lucu dan menggemaskan.

Ini menarik, karena satu hal yang tidak menjadi temuan dari riset tersebut di atas adalah "Kelucuan." Masyarakat tidak ingin mengetahui apakah kandidat tersebut lucu atau tidak, tapi nyatanya Prabowo menggunakan cara ini.

Sampai saat ini saya belum mendapatkan data tentang perbedaan karakter pemilih Indonesia dengan pemilih Amerika atau Eropa. Pastinya, joget "Gemoy" Prabowo ini memang sedang menargetkan kalangan muda, generasi milenial.  

3. Blusukan Ganjar Pranowo

Berbeda dengan dua lawan politiknya, Ganjar Pranowo lebih memilih "Blusukan" sebagai strategi memikat hati pemilih. Dalam prakteknya, Ganjar lebih banyak turun dan bertemu dengan masyarakat kalangan bawah, membawa janji politik dan untuk mendengarkan aspirasi mereka.

Model kampanye "Blusukan" ini pernah digunakan oleh Presiden Joko Widodo pada pemilu sebelumnya dan berhasil. Dalam arti lain, Ganjar meniru atau meng-copy paste gaya kampanye Jokowi.

Lewat "Blusukan" ini, Ganjar Pranowo hendak mencitrakan diri sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat kecil, karena hanya dia lah yang datang menemui mereka.

Selain itu, memang pasangan Ganjar-Mahfud ini berlatar belakang sipil, alias orang biasa yang tidak memiliki privilege sebagai anak pejabat atau orang besar. Jadi, keduanya ingin menampilkan bahwa dirinya berasal dari orang kecil pula dan peduli pada mereka. Pada saat yang sama, Ganjar Pranowo adalah kader PDI-P yang mengklaim sebagai partai "Wong Cilik" alias pembela rakyat kecil.

Makanya, tidaklah heran bila model serta pendekatannya kepada masyarakat dengan cara "Blusukan."     

Kalau merujuk pada hasil riset Keena Lipsitz, maka kandidat yang ingin menunjukkan karakter, pengalaman dan kecerdasannya kepada publik dapat dilihat lalu dinilai dari model kampanye yang mereka lakukan. Anies dengan panggung "Desak Anies," Prabowo dengan joget "Gemoy" dan Ganjar dengan gaya "Blusukan" nya.

Dari ketiganya, mana yang benar-benar menunjukkan karekaternya, berbagi pengalaman dan membuktikan kecerdesannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun