Bab II memuat ; sejarah reyog Ponorogo, versi sejarah reyog Ponorogo, Â beberapa versi legenda, serta kearifan sejarah reyog Ponorogo.
Bab III memuat ; komponen seni reyog Ponorogo, perangkat, alat musik, pakaian, dan aksesoris serta fungsinya. Ragam tari seni reyog Ponorogo
Bab IV memuat, bentuk  pertunjukan seni reyog Ponorogo; reyog tempo dulu, reyog pusaka, reyog obyog, reyog festival, reyog pelajar, reyog santri, dan reyog panggung.
Bab V memuat makna dan nilai seni dan simbol reyog Ponorogo.
Bab VI Penutup, memuat kesimpulan, dan rekomendasi.
Daftar Pustaka
Peluncuran dan bedah  buku ini mendapat apresiasi sejumlah tokoh reyog Ponorogo. Mereka hadir memberikan sumbang sih, disertai diskusi dan pelurusan sejarah. Diskusi semakin menarik ketika nara sumber berkali-kali mengungkap ada ketidak lengkapan data, atau ketidak-kesusaian tentang peristiwa. Penulis sangat apresiatif, dengan berjiwa besar menerima masukan.
"Iyaa eyang dalem bade sowan malih insyaalloh mbenjang...." Kata Ridho sambil membungkukkan badan, namun begitu para sesepuh reyog yang hadir sangat bangga dengan hasil kerja kerasnya. Bedah buku sekaligus pengungkapan fakta-fakta yang selama ini belum terungkap dalam sejarah perkembangan reyog.
Ahmad Tobroni Turedjo. "Saya senang sekali dengan adanya buku Sejarah Seni Reyog Ponorogo yang ditulis oleh Pak Rido Kurnianto ini. Karena bisa menjelaskan, bahwa pakem reyog itu tidak ada. Sedangkan yang ada adalah pedoman dasar yang sudah disepakati bersama oleh tokoh Ponorogo. Pedoman dasar itu dipakai pedoman oleh seluruh seniman reyog di nusantara," ungkapnya.
Tokoh reyog yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Tobron mengatakan, dulu reyog di Ponorogo tiap daerah beda. Baik tarian, gamelan, ukuran, serta kelengkapannya. Mbah Tobron juga menceritakan awal mula tarian reyog bisa seragam, kala itu ada tantangan dari jenderal Hartono ketika menjabat Pangdam Brawijaya. Pangdam menghendaki reyog kolosal dan masal sebanyak 100 dadag merak yang ditarikan pada saat hari ulang tahun Kodam Brawijaya.