Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Uang Baru dan Tradisi Lebaran

23 Juni 2016   09:26 Diperbarui: 24 Juni 2016   03:55 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi silaturahmi saling berkunjung menjadi agenda di setiap lebaran. Yang muda mengunjungi yang tua, anak buah mengunjungi pimpinan, santri mengunjungi Kyai dan seterusnya. 

Saling mengunjungi inilah disediakan makanan dan jajanan. Biasanya dalam satu kelompok terdiri puluhan orang, yang terdiri dari orang-orang dewasa dan membawa anak-anak mereka. Semakin hari jajanan kurang diminati, hanya dilihat saja terutama oleh anak-anak. 

Pak Yanto rela jauh-jauh bersepeda untuk mendapatkan uang baru
Pak Yanto rela jauh-jauh bersepeda untuk mendapatkan uang baru
Hal itulah yang membuat alasan pak Yanto rela mengantre untuk menukarkan uang baru di alun-alun ini. Menurutnya anak-anak lebih suka diberi uang daripada diberi jajanan. Tiap anak diberi 2 ribuan, dia menukarkan 500 ribu untuk ditukar lembaran-lembaran 2 ribuan. Anak-anak sensitif akan menceritakan kepada teman-temannya tempat mana yang memberi uang dan tempat mana yang tidak memberi uang, imbuhnya. Di pedesaan di daerah-daerah Ponorogo masih berlangsung tradisi berkunjung seperti di atas. 

Orang Ponorogo Menyebut "Sejarah" 

"Ayo sejarah ke tempate Pak Hadi.. disana diberi yang baru..." begitu anak-anak mengatakan pada temannya. Dikatakan sejarah, dulu jaman saya kecil ditiap berkunjung ke tempat orang tua yang disejarahi pasti diberikan cerita tentang sejarah desa atau sejarah keturunan sambil menikmati jajanan yang disediakan. Si tuan rumah adalah orang yang ternama seperti Kyai, guru, kepala desa, atau sesepuh desa yang banyak punya cerita buat tamunya. Setelah diberikan cerita ditutup dengan doa para tamu mengamini.

Dulu sebelum ada reuni-reunian saling mengunjungi ini adalah hal yang wajib bagi sebagian orang, namun berkembangnya kesibukan bekerja dan keterbatasan waktu saling mengunjungi beralih dalam bentuk reuni. Dimana semua terjadwal dan bisa bertemu banyak orang di sekali waktu dan di tempat yang sama. Bahkan silahturahmi diserahkan lewat ponsel berupa telepon atau pesan.

Begitu juga jajanan tradisional hanya dipandang saja. Dahulu menjelang lebaran ibu-ibu di desa bekerja keras membuat kue tradisinal untuk lebaran. Kini makanan tradisional tergantikan makanan swalayan yang dianggap lebih simple dan praktis. 

Bahkan semua makanan tersebut tidak ada artinya dibanding uang baru, bagi anak-anak.

Bagaimana tradisi lebaran di tempat anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun