Tradisi silaturahmi saling berkunjung menjadi agenda di setiap lebaran. Yang muda mengunjungi yang tua, anak buah mengunjungi pimpinan, santri mengunjungi Kyai dan seterusnya.Â
Saling mengunjungi inilah disediakan makanan dan jajanan. Biasanya dalam satu kelompok terdiri puluhan orang, yang terdiri dari orang-orang dewasa dan membawa anak-anak mereka. Semakin hari jajanan kurang diminati, hanya dilihat saja terutama oleh anak-anak.Â
Orang Ponorogo Menyebut "Sejarah"Â
"Ayo sejarah ke tempate Pak Hadi.. disana diberi yang baru..." begitu anak-anak mengatakan pada temannya. Dikatakan sejarah, dulu jaman saya kecil ditiap berkunjung ke tempat orang tua yang disejarahi pasti diberikan cerita tentang sejarah desa atau sejarah keturunan sambil menikmati jajanan yang disediakan. Si tuan rumah adalah orang yang ternama seperti Kyai, guru, kepala desa, atau sesepuh desa yang banyak punya cerita buat tamunya. Setelah diberikan cerita ditutup dengan doa para tamu mengamini.
Dulu sebelum ada reuni-reunian saling mengunjungi ini adalah hal yang wajib bagi sebagian orang, namun berkembangnya kesibukan bekerja dan keterbatasan waktu saling mengunjungi beralih dalam bentuk reuni. Dimana semua terjadwal dan bisa bertemu banyak orang di sekali waktu dan di tempat yang sama. Bahkan silahturahmi diserahkan lewat ponsel berupa telepon atau pesan.
Begitu juga jajanan tradisional hanya dipandang saja. Dahulu menjelang lebaran ibu-ibu di desa bekerja keras membuat kue tradisinal untuk lebaran. Kini makanan tradisional tergantikan makanan swalayan yang dianggap lebih simple dan praktis.Â
Bahkan semua makanan tersebut tidak ada artinya dibanding uang baru, bagi anak-anak.
Bagaimana tradisi lebaran di tempat anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H