Ratusan meter orang mengantre, mereka membuat barisan mirip ular yang panjang. Ekornya berkelok-kelok makin lama makin memanjang. Ada sekitar 5 kelompok untuk ular-ularan dadakan di jalan Alun-alun timur Ponorogo kemarin. Tampak mobil-mobil Bank lapangan, mobil tersebut otomatis menjadi kepala dari antrean yang mengular tersebut.
Menurut polisi yang berjaga di sekitar lokasi, kerumunan sudah terjadi sejak jam 2 siang, ratusan orang rela berpanas-panasan menunggu mobil-mobil milik Bank Nasional yang ada di Ponorogo. Pihak Bank Indonesia memberi kesempatan kepada masyarakat Ponorogo untuk menukarkan uang pecahan baru, imbuhnya.
Sesuai pengumuman di radio serta di medsos bahwa sore jam 3 kemarin pihak Bank Indonesia mengadakan penukaran uang pecahan di seputaran alun-alun Ponorogo, cerita Langgeng.
Penukaran uang dibatasi 3 juta rupiah tiap pengantre. Setiap pengantre wajib menunjukkan KTP atau tanda pengenal lainnya.
Cerita mas Bambang, sebenarnya setiap hari di BRI cabang tempatnya bekerja sudah dibuka loket khusus untuk menukarkan uang pecahan baru untuk lebaran. Namun hanya dibatasi 50 an orang, dan tiap orang dijatah kisaran yang sama 3 jutaan. Menurutnya lagi uang yang paling banyak diminta adalah pecahan 5 ribuan dan 10 ribuan, namun 2 ribuan dan 20 ribuan tetap disediakan.
Meski begitu di pinggir-pinggir jalan marak penjaja jasa penukaran uang baru. Bagi mereka yang tidak telaten mengantre lebih memilih menukarkan di pinggir-pinggir jalan. Para penyedia jasa ini mengambil keuntungan 8% dari nominal uang yang ditukarkan.
Santi, salah satu penyedia jasa penukaran uang baru buat lebaran dalam sehari menghabiskan 21 jutaan. Berdua dengan adiknya dia mangkal di jalan Soekarno-Hatta sedari pagi sampai jam 9 malam.
"Lumayan mas..." katanya.
Menurut Santi, dia sudah 6 tahunan ini menjadi jasa penukaran uang. Uang tersebut didapatkan dari kenalannya orang dalam di sebuah bank.Â
Santi dan penyedia jasa penukaran uang lainnya sepakat dan seragam mengambil keuntungan 8%.
Tradisi uang baru saat lebaran sudah marak di 20-an tahun terakhir. Dulu hanya kerabat dekat yang diberi uang lebaran, itupun untuk keluarga yang berada yang memberikan.
Tradisi silaturahmi saling berkunjung menjadi agenda di setiap lebaran. Yang muda mengunjungi yang tua, anak buah mengunjungi pimpinan, santri mengunjungi Kyai dan seterusnya.Â
Saling mengunjungi inilah disediakan makanan dan jajanan. Biasanya dalam satu kelompok terdiri puluhan orang, yang terdiri dari orang-orang dewasa dan membawa anak-anak mereka. Semakin hari jajanan kurang diminati, hanya dilihat saja terutama oleh anak-anak.Â

Orang Ponorogo Menyebut "Sejarah"Â
"Ayo sejarah ke tempate Pak Hadi.. disana diberi yang baru..." begitu anak-anak mengatakan pada temannya. Dikatakan sejarah, dulu jaman saya kecil ditiap berkunjung ke tempat orang tua yang disejarahi pasti diberikan cerita tentang sejarah desa atau sejarah keturunan sambil menikmati jajanan yang disediakan. Si tuan rumah adalah orang yang ternama seperti Kyai, guru, kepala desa, atau sesepuh desa yang banyak punya cerita buat tamunya. Setelah diberikan cerita ditutup dengan doa para tamu mengamini.
Dulu sebelum ada reuni-reunian saling mengunjungi ini adalah hal yang wajib bagi sebagian orang, namun berkembangnya kesibukan bekerja dan keterbatasan waktu saling mengunjungi beralih dalam bentuk reuni. Dimana semua terjadwal dan bisa bertemu banyak orang di sekali waktu dan di tempat yang sama. Bahkan silahturahmi diserahkan lewat ponsel berupa telepon atau pesan.
Begitu juga jajanan tradisional hanya dipandang saja. Dahulu menjelang lebaran ibu-ibu di desa bekerja keras membuat kue tradisinal untuk lebaran. Kini makanan tradisional tergantikan makanan swalayan yang dianggap lebih simple dan praktis.Â
Bahkan semua makanan tersebut tidak ada artinya dibanding uang baru, bagi anak-anak.
Bagaimana tradisi lebaran di tempat anda?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI