Dengan tertawa pak Ilyas menjawab, "Kita sudah senasib dan sepenanggungan, bisa cilaka kalau berbuat begitu, toh para juragan langsung nyamprin ketika perahu kita tiba, mereka membantu berlabuh dan angkat-angkat."
Menurut pak Ilyas kan yang dicarinya adalah ikan layur, per kilo nya dihargai 42 ribu. Ikan-ikan layur ini disetorkannya pada pak Koiman. Pak Koiman ini yang memborong ikan-ikan layur, sedangkan ikan layur yang kecil di beli parapedagang lokal yang akan dijual di pasar kan atau menyuplai warung0warung sekitara Trenggalek.
Ketika ditanya tentang adanya ratusan nelayan dari Garut ini apakah tidak memancing kecemburuan bagi nelayan lokal Trenggalek.
"Ya endak mas... kita beda sama tukang bakso atau es berjualan beriringan berebut pelanggan, kalau nelayan tidak ada saingan meski jalan beriringan, harga ikan standar berdasar hasil perolehan...." jawabnya.
"Wilayah kita se-Indonesia mas, kita sering melaut sampai perairan Kalimantan, bahkan sering berpindah sampai perairan Sulawesi, tidak seperti lahan pertanian yang harus dipetak-petak, kecuali sudah masuk area negara lain mas..." jelasnya lagi.
"Mase bade kerso nopo?" tanya salah satu perempuan yang melayani yang menanyakan keperluan saya.
"Bade tumbas maem bu..." jawab saya.
"Sepuntene mas, niki maem damel tiyang tiyang ingkang bidal mbaito...yen tumas maem mriko dateng warung ingkang celak wit klopo..." jelasnya, makanannya tidak dijual karena makanan ini untuk para nelayan Garut yang akan melaut.
Perasaan malu dan perlahan saya mundur, dan segera menuju ke warung yang ditunjukan ibu-ibu tadi.
Semenjak kedatangan nelayan dari Garut para ibu-ibu di pantai ini mempunyai kesibkan baru. Menyediakan makanan, serta bekal untuk para nelayan. Para nelayan dari garut ini sudah mengontraknya untuk menyediakan makanan serta tempat istirahat di siang hari. Di tempat yang mirip balai-balai tanpa dinding inilah para nelayan itu beristirahat.