Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kegelisahan Fahmi Terhadap Rusaknya Alam Kalimantan (14)

30 Januari 2016   11:04 Diperbarui: 30 Januari 2016   14:46 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tempat wisata di Jawa makin lama makin terjaga, kalau di sini tempat wisata makin lama makin rusak mas, itu maksud saya..." jelasnya lagi dengan nada agak keras.

"Lebih baik tidak dijadikan tujuan wisata daripada rusak, biarkan saja biar alami...." katanya dengan nada yang merendah.

"Coba lihat bawah itu mas...." telunjuk tangan Fahmi menunjuk ke jendela pesawat, terlihat kubangan-kubangan dan tanah gundul yang luas sekali.

"Itu 6 bulan yang lalu ketika saya berangkat ke pondok masih hijau, liat sekarang sudah coklat dan banyak kubangan." katanya lagi.

Fahmi juga menceritakan dibelakang rumah temannya di Samarinda, belakang rumahnya ada telaga raksasa bekas tambang yang ditinggal begitu saja setelah pekerjaan tambang selesai. Katanya danau bekas aktifitas tambang tersebut airnya 2 tahun baru habis kalau disedot. Bayangkan luas danau dan dalamnya danau. Katanya lagi tak ada upaya untuk pengurukan atau reklamasi, begitu aktifitas tambang selesai langsung ditinggal.

"Kalau mas sempat memperhatikan perjalanan darat memakai Datsun kemarin, banyak hutan di sepanjang jalan, namun begitu masuk 100-200 meter ke dalam hutan itu sudah berupa kubangan-kubangan raksasa, hutan pinggir jalan itu hanya penutup kenakalan aktifitas tambang...." jelasnya lagi.

Kalimantan terkenal dengan sebutan pulau seribu sungai, tapi luar biasa sulitnya mencari air bersih. Sungai-sungai yang dulu jernih berubah menjadi coklat, dari coklat berubah menjadi hijau. Hijaunya bukan jernih tapi polusi air sudah diatas ambang batas, katanya.

Tak ada kesejukan lagi di Kalimantan meski dulu terkenal tempatnya pepohonan besar tumbuh, sekarang mencari kayu besar saja sulitnya setengah mati, katanya. Kayu diambil, tanahnya dikeruk, batu barannya diambil, bekasnya masih ditanami kelapa sawit. Kata Fahmi kelapa sawit ini yang menyedot air tanah, katanya tanaman jenis ini boros air tanah.

Fahmi juga menceritakan semenjak pemerintahan Jokowi aktifitas tambang diperketat, banyak tambang liar yang ditutup, banyak penebangan hutan yang dibatasi. Banyak pekerja tambang dari Jawa yang pulang kampung. Kota Berau terlihat sepi lagi karena banyak pertambangan yang tutup, banyak pekerja yang terkena PHK.

Yang tersisa hanya kubangan-kubangan raksasa, danau-danau raksasa yang ikan saja ndak bisa hidup apalagi manusia. Bumi Kalimantan benar-benar dititik yang mengkuwatirkan, katanya.
Ekploitasi yang ugal-ugalan selama ini tanpa diimbangi dengan penghijauan kembali.

Di bandara Sepinggan Balikpapan kami berpisah, Fahmi melanjutkan penerbangan ke Banjarmasin sedangkan saya melanjutkan peberbangan ke Juanda Surabaya. Satu jam-an terbang bersama Fahmi, dada terasa sesak, air mata bercucuran. Hijau-nya Kalimantan tinggal cerita. Suburnya Kalimantan hanya tinggal di buku-buku pelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun