"Tempat wisata di Jawa makin lama makin terjaga, kalau di sini tempat wisata makin lama makin rusak mas, itu maksud saya..." jelasnya lagi dengan nada agak keras.
"Lebih baik tidak dijadikan tujuan wisata daripada rusak, biarkan saja biar alami...." katanya dengan nada yang merendah.
"Itu 6 bulan yang lalu ketika saya berangkat ke pondok masih hijau, liat sekarang sudah coklat dan banyak kubangan." katanya lagi.
Fahmi juga menceritakan dibelakang rumah temannya di Samarinda, belakang rumahnya ada telaga raksasa bekas tambang yang ditinggal begitu saja setelah pekerjaan tambang selesai. Katanya danau bekas aktifitas tambang tersebut airnya 2 tahun baru habis kalau disedot. Bayangkan luas danau dan dalamnya danau. Katanya lagi tak ada upaya untuk pengurukan atau reklamasi, begitu aktifitas tambang selesai langsung ditinggal.
"Kalau mas sempat memperhatikan perjalanan darat memakai Datsun kemarin, banyak hutan di sepanjang jalan, namun begitu masuk 100-200 meter ke dalam hutan itu sudah berupa kubangan-kubangan raksasa, hutan pinggir jalan itu hanya penutup kenakalan aktifitas tambang...." jelasnya lagi.
Kalimantan terkenal dengan sebutan pulau seribu sungai, tapi luar biasa sulitnya mencari air bersih. Sungai-sungai yang dulu jernih berubah menjadi coklat, dari coklat berubah menjadi hijau. Hijaunya bukan jernih tapi polusi air sudah diatas ambang batas, katanya.
Tak ada kesejukan lagi di Kalimantan meski dulu terkenal tempatnya pepohonan besar tumbuh, sekarang mencari kayu besar saja sulitnya setengah mati, katanya. Kayu diambil, tanahnya dikeruk, batu barannya diambil, bekasnya masih ditanami kelapa sawit. Kata Fahmi kelapa sawit ini yang menyedot air tanah, katanya tanaman jenis ini boros air tanah.
Yang tersisa hanya kubangan-kubangan raksasa, danau-danau raksasa yang ikan saja ndak bisa hidup apalagi manusia. Bumi Kalimantan benar-benar dititik yang mengkuwatirkan, katanya.
Ekploitasi yang ugal-ugalan selama ini tanpa diimbangi dengan penghijauan kembali.