Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Festival Reyog Nasional XXII Secara Resmi Dibuka oleh Wagub Jatim Gus Ipul

8 Oktober 2015   10:56 Diperbarui: 8 Oktober 2015   13:31 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ponorogo, 8 Oktober 2015

Kehadiran Wakil Gubernur Jatim Syaifulloh Yusuf (Gus Ipul) dalam pembukaan Festival Reyog Nasional XXII semalam benar-benar terasa gaungnya. Gus Ipul datang mewakili Gubernur Jawa Timur yang berhalangan hadir. Serasa masyarakat Ponorogo yang mayoritas Nadliyin begitu antusias, mungkin saja sosok Gus Ipul tak bisa lepas dari warga Nadliyin, beliau lahir dan besar dari pesantren bahkan beliau masih keponakan Gus Dur. Tak heran luasnya alun-alun Ponorogo serasa tak kuasa menampung ribuan warga yang ingin menyaksikan pembukaan festival yang memperebutkan Piala Presiden tersebut.

Dalam sambutannya yang terkesan santai, Gus Ipul mengatakan, "Ponorogo harus bangga punya ikon reyog, yang tidak seperti kabupaten lain yang masih pusing mencari dan masih harus menggali simbol tersebut, reyog adalah simbol Ponorogo, reyog adalah identik dengan Jawa Timur, reyog adalah milik Indonesia, jaga warisan leluhur yang luar biasa ini." 

Dalam memberikan sambutan semalam, Gus Ipul meminta didampingi pejabat bupati Ponorogo, Sekwilda selaku ketua panitia, Komandan Korem, Komandan Lanud Iswahyudi, Komandan Kodim Ponorogo, Kapolres, Kajari, Kepala Pengadilan Tinggi, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Jawa Timur, Kepala Kementerian Agama Ponorogo. Sambutannya santai disertai dialek bahasa Jawa Timuran yang berkali-kali mengundang gelak tawa. Kesemuanya memakai pakaian warok, pakaian khas Ponorogo.

"Aku malih mangklingi, kabeh wong alok yen aku mundak enom nggawe klambi warok ngene, Dan Lanud yo malih ketok enom ora katon serem tak dongakno sampeyan dadi panglima TNI, Pak kapolres yon mundak ngganteng katon ora serem tak dongakno sampeyan dadi kapolri...... " katanya yang disambut tawa terpingkal-pingkal baik beliau-beliau yang di panggung maupun para penonton yang di bawah.

"Nggantenge ngganteng tapi wit sore aku bingung kebelet pipis, la clono e ra ono resletinge cumak di kolori, aku suwe mikir piye carane pipis banjur aku takon menyang Pak Bupati tak kongkon marahi pipis...," kata Gus Ipul yang membuat semakin terpingkal-pingkal, Gus Ipul mengatakan memakai pakaian reyog terlihat ganteng tapi bingung ketika akan pipis karena celana kolornya tanpa resleting, dan hanya dililiti kolor besar, seperti gambar di atas.

Gus Ipul juga menanyakan pakaian pegawai ketika menjelang grebeg Suro seperti saat ini, dan dijawab oleh Bupati semua pegawai pemerintah yang laki-laki wajib memakai baju warok sedangkan yang perempuan batik motif merak khas Ponorogo. Jadi tidak heran banyak polisi memakai blangkon khas Ponorogo ketika sedang mengatur lalu lintas, banyak satpam yang memakai blangkon, banyak guru, perawat yang memakai blangkon saat bekerja pada saat perayaan seperti sekarang ini.

Dalam akhir pidatonya Gus Ipul mengharap warga Ponorogo ikut menyukseskan pilkada serentak, dan mengimbau seluruh PNS untuk bersikap netral, biarlah apa yang dikehendaki rakyat itulah yang terbaik. Pegawai negeri diimbau tidak ikut-ikutan dukung-mendukung salah satu calon sehingga roda pemerintahan nantinya tidak terganggu.

Sebelum Festival Reyog Nasional XXII dibuka secara resmi, Wagub dan penonton disuguhi tari-tarian yang ditarikan oleh seni tari di bawah pembinaan Dinas Pariwisata dan Budaya Ponorogo.

Tari yang pertama tampil adalah tari Bedoyo. Tarian ini menceritakan kehidupan manusia, ada awal ada akhir, ada kelahiran ada kematian, di dunia ini ada suka ada duka, ada dunia ada akhirat, sehingga perlu keseimbangan. Baik secara jasmani maupun rohani, antara pekerjaan dan pengabdian. Tarian ini ditarikan oleh 15 penari perempuan, mereka lemah gemulai diawali dengan hadirnya kehidupan yang disambut sukacita dan diakhiri oleh tabur bunga mirip kematian, tarian ini diiringi oleh gabungan gamelan reyog, gamelan jawa, dan sesekali seperti mirip gamelan Banyuwangi-an yang rancak.

 
Tari Emban Kinasih tampil setelah tari Bedoyo. Tarian Emban Kinasih ini berkostum lucu dengan warna yang terang, dengan tata rias wajah lucu mirip badut, mereka adalah emban-emban para pengasuh, yang bekerja dengan tulus baik dibayar atau tidak. Dengan kesabaran dan ketelatenan, para emban ini mengasuh junjungannya sehingga bisa menampilkan para pemimpin yang luar biasa. Dalam cerita ini emban adalah para pengasuh anak raja atau bangsawan, para emban ini nyaris 24 jam berada di samping para anak bangsawan ini sehingga perannya dalam pemerintahan meski tidak ketara namun luar biasa. Hancurnya negara bisa dari para pengasuh ini, dan jayanya negara karena emban kinasih ini.

Tariannya lucu sering kali mengundang gelak tawa, wajah cantik para penari dipoles sedemikian rupa namun kecantikanya tak bisa tertutupi, wakakakakakaka. Emban, pengasuh, pembantu bila diperlakukan dengan baik kebaikannya melebih saudara, dan mereka adalah bagian dari keluarga, mungkin pesan tersebut yang ingin disampaikan oleh penata tari yang ditampilkan semalam.

Dalam sambutan sebelumnya, pejabat Bupati Ponorogo menyatakan, perayaan Grebeg Suro kali ini mengambil tema 'Pelestarian budaya dan mengangkat potensi budaya daerah'. Grebeg Suro adalah prosesi keagamaan dalam menyambut datangnya tahun baru Hijriyah yang dipadu dengan budaya, mendapatkan sisi ekonomi, lanjut Bupati dalam sambutannya. Meningkatnya hunian hotel, munculnya hotel, meningkatnya transaksi kuliner maupun transportasi menjadi salah satu dampak ekonomi bagi masyarakat, jelasnya lagi.

Dalam festival ini Bupati menyatakan ada 40 grup reyog yang akan berlomba, 25 dari luar Ponorogo dan 15 dari dalam Kabupaten Ponorogo. Kesemuanya grup yang terbaik di daerahnya masing-masing dan dari grup terbaik ini akan dijadikan barometer perkembangan reyog di Indonesia, imbuhnya lagi.

Dalam kesempatan semalam juga diserahkan piala bergilir presiden dari pemenang tahun lalu, yaitu grup reyog Singo Manggolo SMA 1 Ponorogo kepada Ketua Panitia Agus Pramono yang selanjutnya diserahkan kepada pejabat Bupati untuk diperebutkan kembali.

Gus Ipul juga terpukau oleh penampilan grup reyoh Singo Budi Utomo, grup reyog dari Univesitas Muhammadiyah Ponorogo, para penari dan nayagonya masih belia. Gerakannya rancak penuh kreasi namun masih berada di jalur pakem, di mana ada patokan yang harus dipakai dan patokan yang tidak boleh dilanggar.

Gus Ipul memuji dengan mengatakan, "Reyog itu penuh dengan kelembutan, penuh dengan keperkasaan, penuh dengan semangat, penuh dengan kerja sama, semoga ciri khas reyog ini bisa menginspirasi para pemimpin di mana harus berbuat lembut, kapan harus berbuat tegas, dan harus pandai mengorganisir."

Sosok arif seperti Klono Sewandono, perkasa seperti penari reyog dan para warok, luwes seperti penari jaranan, dan lincah seperti penari ganongan adalah modal sebagai pemimpin dan modal bagi para tunas muda yang akan menjadi penerus negara ini, imbuhnya lagi.

Tari Sawung Asmoro menjadi tari penutup pada acara pembukaan semalam, tarian ini bersumber cerita dari legenda Ponorogo tentang kisah cinta Joko Lancur anak Ki Onggolono yang suka berjudi dan menyabung ayam dengan Amirah putri dari Kyai Ageng Mirah. Kisah cinta ini ditentang oleh orang tua kedua belah pihak, perbedaan keyakinan dan adat istiadat yang melatarbelakangi. Kisah cinta mereka berlanjut dengan beberapa persyaratan dari Kyai Ageng Mirah. Dengan kekuatan sihir Ki Onggolono semua persyaratan bisa dipenuhi. Mengetahui semua hanya maya dan karena ilmu sihir, Kyai Ageng Mirah berdoa kepada Alloh agar yang benar diperlihatkan benar dan yang batil dipertunjukkan, dan doanya dikabulkan oleh Alloh. Semua persyaratan berubah jadi wujud aslinya, padi berubah menjadi jerami, kedelai berubah menjadi titen (kulit kedelai) wujud aslinya.

Ki Onggolono marah dan kemarahannya ditujukan kepada putri Amirah sehingga putri Amirah sampai menemui ajal. Mengetahui kekasihnya meninggal, Joko Lancur akhirnya bunuh diri dengan menusukkan keris pemberian ayahnya ke dadanya. Keduanya meninggal dalam kisah cinta yang tak sampai. Sampai saat ini kutukannya masih terasa. Warga dari kedua desa tempat mereka tidak berani saling berpasangan saling besanan sampai sekarang ini. 

Acara pembukaan semalam juga dihadiri oleh beberapa kepala daerah seperti Bupati Pacitan, Bupati Madiun, Walikota Madiun, pejabat Bupati Kediri, Bupati Nganjuk, Bupati Trenggalek, bupati Blitar bahkan Bupati Gunung Kidul juga hadir.

Banyak ucapan selamat berupa karangan bunga dari berbagai instansi, perwakilan pemerintah daerah, dan tampak pula ucapan dari Gubernur DKI Jakarta Ir. Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), beliau mengirimkan karangan bunga karena tidak bisa hadir dalam acara pembukaan kemarin. Tidak berlebihan kalau Gubernur mengucapkan selamat karena group reyog DKI Jakarta sering menjadi langganan juara festival reyog yang berskala nasional seperti ini.

 

"Selamat datang di Bumi Reyog, Selamat datang di kota Budaya"

 

*) Salam kampet
*) Salam budaya
*) Salam njepret

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun