Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelisah Menjelang Alam Kubur

2 Agustus 2012   06:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:19 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sirene meraung-raung, mungkin ambulan dijalankan di atas 80 km/jam. Anak sekolah seenaknya sendiri berkendara berjajar tiga, sopir ambulan masih belum puas dengan lampu sirene dan raungan sirenenya memekakkan telinga pengguna jalan lainnya, ia masih menambah dengan klakson, "Thinn...........thiinnnnn..........."

Dasar sopir ambulan masih muda, ndak pedulikan lampu merah terus melaju dengan kecepetan tinggi, aku hanya bisa geleng kepala dan senyam-senyum sendiri.

Sementara kakak iparku masih sesenggukan sambil memegangi bokong tubuh yang mulai kaku agar tak jatuh oleh ugal-ugalannya sopir ambulan.

Lagi-lagi sopir ambulan ambil jalur kanan di perempatan pabrik Gula Pagotan padahal lampu masih merah dan antrian kendaraan menjalar hampir 300 meter, dari depan bus Akap terlanjur masuk dan dia menepi meski harus mengorbankan pengemudi wanita harus turun dari as jalan. Ekpresi sopir ambulan dingin tidak senyum dan tidak tegang, mungkin ini sudah jadi pekerjaan dan kebiasaan.

Kakak iparku melepas pegangannya pada tubuh yang terbujur kaku itu dan secara reflek memgang besi panjang yang ada di atas kepalanya yang dibuat cantolan kelambu ambulan, dan tak terelakan lagi bagian kaki tubuh yang terbujur kaku itu melorot hampir jatuh dari kereta dorong, sambil tangan kanan berpegangan tangan kiri kakak iparku meraih bagian bawah tubuh yang belum sempat dimandikan pihak rumah sakit.

Ambulan baru mengurangi kecepatan di daerah Pos Polisi Geger, jalan yang sempit dan pelajar di SMA Geger yang pulang memenuhi jalan mungkin membuat si sopir berpikir, dan di daerah sini Polisi sering tidak segan-segan menilang.

Namun 500-an meter dari Pos Polisi tersebut, pedal gas ambulan kembali diinjak dengan penuh, bahkan si sopir tak peduli ramainya pasar Dolopo yang menjelang lebaran kayak sekarang ini tumpah sampai jalan.

Thiin....... Thiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn ...................

Kembali si sopir ambulan memencet klakson serasa nggak percaya pada lampu sirine dan raungan sirene yang dinyalakannya.

Ambulan terus melaju sesampai di SPBU Mlilir kakak iparku pukul-pukul kaca pembatas antar ruang kemudi dan ruang belakang.

"Stop.............. hops ................... kebablasan..... kembali......."

barus si sopir menepikan ambulan diselatan SPBU yang berdempetan dengan pekuburan.

Dan terlihat di pekuburan itu para tetanggaku yang sedang berkeringatan menggali kuburan, dan nampak jelas dari dalam ambulan galiannya masih terlalu dangkal, mungkin baru saja dimulai menggalinya.

Ambulan putar balik ke arah jalur Madiun lagi, sekitar 200-an meter dari SPBU ambulan belok kiri dan tak lama berhenti di rumah yang berbendera putih [bendera tanda kematian].

Sopir ambulan turun dan membuka pintu belakang, kakak ipar juga ikutan turun, tak lama sebagian orang yang tadinya duduk-duduk di bawah tenda mendekat dan membantu mengankat jenasah.

Jenasah langsung dimandikan di samping rumah, tampak tetangga dan saudara-saudaraku sudah berkumpul, suara jeritan didalam rumah seperti suara ibu dan adik permpuanku, rupanya mereka belum siap dengan kehilangan.

Tampak pak modin memimpin memandikan jenasah dan segera di handuki dan segera di gotong kedalam dengan ditutup kain jarik batik milik ibuku.

Pak modin di bantu pak Parwoto mengakafani dan membungkus jenasah.

Dan tampak satu persatu tamu beranjak mengabil air wudlu dan mensholati jenasah, pertama diimami pak Modin, dan entah sampai berapa kelompok yang mensholati.

Tampak di deretan pelayat perempuan Reni sesenggukan, dia masih cantik rupanya meski telah beranak dua wakakakakaka. Reni ini pacarku waktu SMA ku dulu dia sekarang kawin dengan orang Pemda.

Tampak pula Rinda dan teman-teman kantorku, wakakakaka ternyata Rinda menagis juga. Rinda baru seminggu ku tembak namun sampai sekarang belum juga memberi jawaban.

Tak terasa galian kuburan sudah siap, berita itu dibawa kang Parni yang tadi ikut menggali. dan setelah upacara pelepasan jenasah diberangkatkan ke pekuburan yang tak jauh dari rumah orang tuaku.

Jenasah dimasukan galian, entah apa yang diucapkan pak Modin setelah itu gemuruh tanah longsor terdengar. Dan beberapa saat kemudian baru diam.

Pak Modin membisiki, katanya sebentar lagi ada malaikat datang, kalau ditanya siapa Tuhannya suruh jawab "Alloh", kalau ditanya siapa nabinya suruh jawab "Muhammad", kalau ditanya apa kitabnya suruh jawab "Al quran", kalau ditanya siapa saudaranya suruh jawab "Muslimin dan Muslimat"

Setelah itu pak Modin baca doa dan diamini orang yang datang di pekuburan.

Dan satu persatu orang yang ada dipekuburan pulang, dan suasana kemabli sepi.

Dan aku hanya diam, tubuhku terasa kaku pulut tidak bisa digerakkan, namun terasa melayang layang, aku tak lagi ingat apa yang dipesankan pak Modin tadi.

Aku hanya ingat guruku Kyai Suhadi, aku selalu ingat apa saja yang pernah beliau berikan padaku, aku juga ingat ketika guruku tersebut bercerita tentang Syeh Jonet yang muridnya meninggal katanya ketika ditanya malaikat cuma menjawab, "Syeh Jonet guruku...... Syeh Jonet Guruku....." yang bikin malaikat bingung. Wakakakakakaka

Daerah jantung sampai ke kanan bergerak-gerak, begitu juga jidatku, bahkan semua tubuhku.

"Dug... dug....dug ....dug....dug...dug....dug.........."

Aku tidak bisa menguasai tubuhku, di setiap jedukan seperti ada teriakan "Alloh....Alloh.....Alloh....Alloh....Alloh.....Alloh....Alloh....." terus begitu tiada henti, apa mungkin ini dzikir sirr...  yang guruku ajarkan dulu yang aku biasakan sepanjang hidupku?

Entah lah aku sudah lupa semua hanya kata Alloh... Alloh.....Alloh..... yang aku ingat, dan kata inilah yang akan aku pakai bila ditanya malaikat sebentar lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun