"O... Ya.. nggak usah bilang pada siapa-siapa dulu masalah ini, cukup kita bertiga yang tahu....." sambil mata saya mendelik tajam pada Nanik berharap sangat.
Segera saya pergi ke dapur mengambil makanan dan bahan makanan yang bisa saya bawa ke rumahnya Ginah, sembari mengeluarkan mobil dari garasi  saya suruh Nanik menyapu dalam rumah supaya pikirannya tidak semakin kalut, biar bisa melipur hatinya.
Sesampai di rumah Ginah saya langsung membuka pintu ruang tamu dan menutupnya kembali dan segera menuju kamarnya.
"Ini makan dulu seadanya, segera berlatih duduk ya biar cepet pulih tenagamu...." sambil mnyodorkan nasi dalam rantang yang sudah saya kasih lauk seadannya dari rumah tadi.
"Nanik biar tenang dulu di rumahku pagi ini, dan suaminya Nanik kemana kok nggak kelihatan?" tanya saya seakan memebrondong bagai peluru.
Gina semakin terisak ketika saya bertanya begitu, "Ada apa kok malah menangis? sudah diam nanti terdengar tetangga malah semua tahu nanti...." hibur saya.
"Dia pergi seminggu yang lalu setelah tahu saya hamil mbak......" jawab Ginah sambil terus terisak.
Serasa disambar petir, saya langsung terhuyung hampir jatuh mendengar apa yang barusan dikatakan Ginah, untung aku masih bersandar pada triplek pembatas kamar tidur.
"Gila...... kamu Ginah....." umpat saya, namun Ginah hanya geleng-geleng kepala.
Kepala saya jadi pusing, jawaban apa yang harus saya berikan pada Nanik puteri Ginah...
"Begini saja mbak, bawa bayi saya ..... carikan ibu yang lebih baik dari saya .... pokok saya nurut saja yang terbaik ...." pinta Ginah memelas.